Wednesday, September 27, 2017

Katakanlah "Inni Uhibbuka"



Oleh: Dr. Abdul Ghon, M.Hum.

Dalam kehidupan keseharian kadangkala seseorang tidak percaya diri bahwa apa yang sedang dilakukan dan diperjuangkannya adalah sesuatu yang positif. Perasaan tidak percaya diri tersebut menjadi hambatan bagi seseorang untuk mengerahkan seluruh potensi energy positifnya. Akan berbeda jika seseorang dalam melakukan kebaikan tertentu, kemudian mendapatkan apresiasi dan afirmasi positif dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Orang yang mendapatkan penguatan dari sekelilingnya akan lebih konsisten dalam melakukan hal positif dan menebarkannya kepada orang lain. Afirmasi positif dari orang lain menjadi “gizi” sehat dalam mendorong kebaikan ke tengah masyarakat
.
Dalam dunia medsos yang saat ini sedang ngetrend, kalimat atau tulisan positif yang disebarkan oleh seseorang akan terasa hambar jika tidak ada respon positif dari mereka yang menerima rangkaian tulisan tersebut. Sang penulis berada dalam keraguan, apakah ada hal positif yang didapatkan dari rangkaian kata dan kalimat yang ia susun. Penulis menyangsikan akan efektifitas upayanya dalam menyemai kebenaran tersebut. Akan berbeda jika kalimat positif yang di-share melalui medsos mendapatkan pengakuan dan apresiasi dari orang-orang yang membacanya, maka si penulis terdorong untuk mengimplementasikan apa yang ditulisnya serta melanjutkan misinya untuk menulis kembali pada kesempatan berikutnya 
.
Dalam Islam ada sesuatu yang menarik, terkait pemberian dukungan atau penguatan positif terhadap seseorang. Ketika ada sosok Muslim yang baik, rendah hati, dan selalu rajin membantu saudaranya, maka secara universal setiap orang akan mencintainya. Secara fitrah akan tumbuh rasa hormat dan cinta kepada orang tersebut. Dalam hal ini, ada satu anjuran dalam Islam agar seseorang memberitahu saudaranya jika ia mencintainya. Dalam hadits riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda 
:
Jika seseoang mencintai saudaranya maka hendaklah ia memberitahu saudaranya dan mengatakan bahwa ia mencintai orang tersebut 
.
Dalam hadits yang lain diceritakan bahwa seseorang sedang berjalan bersama Rasul, kemudian orang tersebut berkata kepada Rasul bahwa ia mencintai seseorang. Kemudian Rasul bertanya; “apakah engkau sudah memberitahukan kepadanya?” Orang tersebut menjawab; “belum, wahai Rasulullah”. Kalau begitu beritahukanlah kepadanya segera! Kemudian orang tersebut bertemu dengan saudaranya dan berkata; “sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah”. Orang itu menjawab; “semoga Allah juga mencintaimu 
”.
Cinta dalam dua hadits di atas tentu saja bukanlah cinta secara biologis antara laki-laki dan perempuan, karena yang tersurat dalam hadits adalah ungkapan cinta seorang laki-laki kepada saudaranya yang laki-laki. Cinta di sini lebih disebabkan karena hal-hal baik yang ada pada diri seseorang sehingga ia dicintai oleh orang lain 
.
Hal yang menarik lain dalam hadits di atas adalah dengan tidak disebutkannya secara khusus kebaikan apa yang dilakukan seseorang sehingga ia pantas untuk dicintai. Hal tersebut menunjukkan adanya keragaman latar belakang positif atau keragaman keistimewaan sehingga seseorang mengungkapkan kecintaan kepada saudaranya. Seseorang bisa saja dicintai karena ketaatannya kepada orangtua, kedermawanannya dalam membantu orang lain, keikhlasannya dalam berdakwah, kegigihannya dalam mendidik para siswa, termasuk mungkin karena tulisan-tulisannya yang menggugah. Semua hal yang istimewa tersebut dapat menjadi alasan seseorang untuk mendapatkan afirmasi positif dari saudaranya berupa kalimat “inni uhibbuka” (aku mencintaimu(

Dalam hadits riwayat Imam Abu Daud diceritakan bahwa pada satu kesempatan Rasulullah ingin mengajarkan satu doa kepada seorang sahabat yang bernama Mu’az bin Jabal. Pada saat itu, Rasulullah tidak secara langsung “to the point” mengajarkan isi doanya, akan tetapi Rasululullah terelebih dahulu mengungkapkan rasa cintanya kepada Mu’az dengan mengatakan:
والله انى لأحبك
Wahai Mu’az, Demi Allah, sesungguhnya aku sangat mencintaimu

Baru setelah itu, Rasul menyampaikan pesannya berupa doa kepada Mu’az. Doa yang diajarkan saat itu berbunyi 
:
اللهم أعنى على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
Ya Allah, tolonglah hamba agar bisa selalu mengingat-Mu, selalu bersyukur kepada-Mu dan selalu menyempurnakan ibadah kepada-Mu 
.
Dari hadits ini ada satu ibrah bagi seseorang yang ingin mengajarkan sesuatu hendaknya ia mengungkapkan rasa cintanya kepada orang yang ingin diajarkan. Ungkapan rasa cinta seorang guru atau pengajar kepada muridnya memberikan kekuatan tersendiri bagi si pengajar untuk bersabar, pada saat yang sama si murid akan lebih mudah mengikuti apa yang disampaikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar atau mendidik dengan cinta adalah sesuatu yang positif. Aktivitas mengajar tentu saja sejalan dengan kegiatan dakwah, maka seyogyanya dalam hati dan lisan seorang aktivis selalu bertaburan nilai-nilai cinta dan kasih sayang sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah.

No comments:

Post a Comment