Oleh: Dr. Abdul Ghon, M.Hum.
Dalam kehidupan keseharian kadangkala seseorang tidak percaya diri bahwa
apa yang sedang dilakukan dan diperjuangkannya adalah sesuatu yang positif.
Perasaan tidak percaya diri tersebut menjadi hambatan bagi seseorang untuk
mengerahkan seluruh potensi energy positifnya. Akan berbeda jika seseorang
dalam melakukan kebaikan tertentu, kemudian mendapatkan apresiasi dan afirmasi
positif dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Orang yang mendapatkan penguatan
dari sekelilingnya akan lebih konsisten dalam melakukan hal positif dan
menebarkannya kepada orang lain. Afirmasi positif dari orang lain menjadi
“gizi” sehat dalam mendorong kebaikan ke tengah masyarakat
.
Dalam dunia medsos yang saat ini sedang ngetrend, kalimat atau tulisan
positif yang disebarkan oleh seseorang akan terasa hambar jika tidak ada respon
positif dari mereka yang menerima rangkaian tulisan tersebut. Sang penulis
berada dalam keraguan, apakah ada hal positif yang didapatkan dari rangkaian kata
dan kalimat yang ia susun. Penulis menyangsikan akan efektifitas upayanya dalam
menyemai kebenaran tersebut. Akan berbeda jika kalimat positif yang di-share
melalui medsos mendapatkan pengakuan dan apresiasi dari orang-orang yang
membacanya, maka si penulis terdorong untuk mengimplementasikan apa yang
ditulisnya serta melanjutkan misinya untuk menulis kembali pada kesempatan
berikutnya
.
Dalam Islam ada sesuatu yang menarik, terkait pemberian dukungan atau
penguatan positif terhadap seseorang. Ketika ada sosok Muslim yang baik, rendah
hati, dan selalu rajin membantu saudaranya, maka secara universal setiap orang
akan mencintainya. Secara fitrah akan tumbuh rasa hormat dan cinta kepada orang
tersebut. Dalam hal ini, ada satu anjuran dalam Islam agar seseorang
memberitahu saudaranya jika ia mencintainya. Dalam hadits riwayat Imam
Tirmidzi, Rasulullah bersabda
:
Jika seseoang mencintai saudaranya maka hendaklah ia memberitahu
saudaranya dan mengatakan bahwa ia mencintai orang tersebut
.
Dalam hadits yang lain diceritakan bahwa seseorang sedang berjalan
bersama Rasul, kemudian orang tersebut berkata kepada Rasul bahwa ia mencintai
seseorang. Kemudian Rasul bertanya; “apakah engkau sudah memberitahukan
kepadanya?” Orang tersebut menjawab; “belum, wahai Rasulullah”. Kalau begitu
beritahukanlah kepadanya segera! Kemudian orang tersebut bertemu dengan
saudaranya dan berkata; “sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah”. Orang itu
menjawab; “semoga Allah juga mencintaimu
”.
Cinta dalam dua hadits di atas tentu saja bukanlah cinta secara biologis
antara laki-laki dan perempuan, karena yang tersurat dalam hadits adalah
ungkapan cinta seorang laki-laki kepada saudaranya yang laki-laki. Cinta di
sini lebih disebabkan karena hal-hal baik yang ada pada diri seseorang sehingga
ia dicintai oleh orang lain
.
Hal yang menarik lain dalam hadits di atas adalah dengan tidak
disebutkannya secara khusus kebaikan apa yang dilakukan seseorang sehingga ia
pantas untuk dicintai. Hal tersebut menunjukkan adanya keragaman latar belakang
positif atau keragaman keistimewaan sehingga seseorang mengungkapkan kecintaan
kepada saudaranya. Seseorang bisa saja dicintai karena ketaatannya kepada
orangtua, kedermawanannya dalam membantu orang lain, keikhlasannya dalam
berdakwah, kegigihannya dalam mendidik para siswa, termasuk mungkin karena
tulisan-tulisannya yang menggugah. Semua hal yang istimewa tersebut dapat
menjadi alasan seseorang untuk mendapatkan afirmasi positif dari saudaranya
berupa kalimat “inni uhibbuka” (aku mencintaimu(
Dalam hadits riwayat Imam Abu Daud diceritakan bahwa pada satu kesempatan
Rasulullah ingin mengajarkan satu doa kepada seorang sahabat yang bernama Mu’az
bin Jabal. Pada saat itu, Rasulullah tidak secara langsung “to the point”
mengajarkan isi doanya, akan tetapi Rasululullah terelebih dahulu mengungkapkan
rasa cintanya kepada Mu’az dengan mengatakan:
والله انى لأحبك
“Wahai Mu’az, Demi Allah, sesungguhnya
aku sangat mencintaimu”
Baru setelah itu, Rasul menyampaikan pesannya berupa doa kepada Mu’az.
Doa yang diajarkan saat itu berbunyi
:
اللهم أعنى على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
Ya
Allah, tolonglah hamba agar bisa selalu mengingat-Mu, selalu bersyukur
kepada-Mu dan selalu menyempurnakan ibadah kepada-Mu
.
Dari hadits ini ada satu ibrah bagi seseorang yang ingin mengajarkan
sesuatu hendaknya ia mengungkapkan rasa cintanya kepada orang yang ingin
diajarkan. Ungkapan rasa cinta seorang guru atau pengajar kepada muridnya
memberikan kekuatan tersendiri bagi si pengajar untuk bersabar, pada saat yang
sama si murid akan lebih mudah mengikuti apa yang disampaikan oleh guru. Hal
ini menunjukkan bahwa mengajar atau mendidik dengan cinta adalah sesuatu yang
positif. Aktivitas mengajar tentu saja sejalan dengan kegiatan dakwah, maka
seyogyanya dalam hati dan lisan seorang aktivis selalu bertaburan nilai-nilai
cinta dan kasih sayang sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah.
No comments:
Post a Comment