Wednesday, October 11, 2017

Menjadi Mukmin yang Kuat



Oleh : Iran Hamdani

     Islam adalah diinul izzah wal quwwah, agama yang kuat dan mempunyai kehormatan. Nilai-nilai baik kemanusiaan akan lahir dan terjaga karena kehadiran Islam dengan valuenya yang kuat.

     Sejarah telah mencatat bagaimana sepak terjang islam di masa kekayaannya. Tidak ada seorang pun manusia yang hidup dalam naungan islam, kecuali pasti islam yang menjadi jaminan keamanan jiwa dan raganya. Seperti muslimah Arab itu, yang diabadikan kisahnya
dalam siroh nabawiyyah. Di awal-awal babak baru kehidupan Rasulullah di Madinah, orang-orang Yahudi Bani Qoinuqo harus merasakan ketakutan yang luar biasa ketika mereka dikepung oleh Rasulullah dan para Sahabat. Pengepungan ini terjadi karena mereka telah melecehkan seorang wanita muslimah ketika berada di pasar Bani Qoinuqo. Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarokfuri menuturkan kisah ini dalam Ar-rohiq al-makhtum bahwa pengepungan ini terjadi selama lima belas hari hingga Alloh menyusupkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi itu. Akhirnya mereka menyerah kepada keputusan Rasulullah untuk berbuat apa pun terhadap diri mereka, harta, para wanita dan keluarga mereka.

     Begitulah Rasulullah dan para sahabat memperlihatkan makna dari kekuatan islam ketika ia sedang berkuasa. Islam akan terlihat bahwa ia agama yang kuat jika para pembawa islam ini adalah mereka yang mempunyai kekuatan. Maka tidak heran jika Rasulullah memberikan keutamaan yang lebih bagi mukmin yang kuat dibandingkan mukmin yang lemah. Imam Muslim meriwayatkan Hadits dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Abdullah bin Idris dari Robi'ah bin Utsman dari Muhammad bin Yahya dari Al-A'raj dari Abu Huroiroh, Rasulullah bersabda :


المؤمن القوي خير و أحب إلى الله من المؤمن الضعيف


(Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Alloh dari Mukmin yang lemah)

     Imam Nawawi menyebutkan dalam kitabnya bahwa yang dimaksud dengan alqowiyyu adalah 'aziimatu an-nafsi, kebulatan tekad, kemauan diri yang kuat. Imam Nawawi mendefinisikan kekuatan ini sebagai berikut barangkali hendak mengisyaratkan kepada kita bahwa kekuatan jiwa ini harus terus dipupuk agar tumbuh dan terus berkembang. Karena kekuatan seperti ini yang dapat membuat musuh "mati" tanpa harus kita mengangkat senjata.

     Kekuatan jiwa seperti ini juga yang pernah ditakuti oleh penjajah Belanda ketika sudah melekat pada diri pribumi muslim Indonesia. Imperialis Belanda membuat program pendidikan yang disebut Politik Etis, dengan membangun sekolah-sekolah bagi pribumi Indonesia. Walaupun program ini terlihat baik bagi masyarakat Indonesia, tetapi G. H. Bousquest mengatakan dalam A French View of the Nederlands Indies bahwa "kenyataan sebenarnya bahwa keinginan Belanda adalah tetap membangun superioritas di atas dasar kebodohan pribumi". Program ini sengaja dibuat untuk mencegah pribumi belajar di pesantren-pesantren yang menjadi basis perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Maka benar pepatah Arab yang mengatakan


إذا شئت أن تلقى عدوك راغما  # و تقتله غما و تحرقه هما

فرم للعلا و ازدد من العلم  #  إنه من ازداد علما زاد حاسده غما


siapa yang ingin melihat musuh dalam keadaan hina, terbunuh dan terbakar dalam kondisi tercela, maka sambut kemuliaan dan tambahlah ilmu. Siapa yang bertambah ilmu, maka bertambah kesusahan pendengkinya

     Dalam Hadits lain Rasulullah menyebutkan sebab kaum muslimin tertindas oleh bangsa lain bukanlah karena jumlah mereka yang sedikit, tetapi lebih karena jiwa-jiwa mereka yang sedang lemah dan mengalami kekacauan. Keimanan kaum muslimin saat itu sangat lemah, ketaatannya rendah dan jahil terhadap ilmu agama. Kapasitas yang banyak tanpa adanya kekuatan jiwa, hanyalah sebuah kumpulan manusia tanpa makna.

     Tentunya kekuatan jiwa ini bisa kita sempurnakan definisinya dengan kekuatan raga. Seperti Umar bin Khoththob dan Hamzah yang dengan kekuatan jiwa dan raganya mereka berani membuka periode baru dakwah nabi, dari sembunyi-sembunyi menjadi terang-terangan.

     Kisah keberanian Umar bin Khoththob telah masyhur dalam sejarah keislaman Sahabat Rasulullah. Disaat kaum muslimin awal hendak berhijrah ke Yatsrib dengan sembunyi-sembunyi, Umar keluar membawa pedang yang telah terhunus, lalu shalat dan thawaf sejenak di Baitullah, sementara seluruh mata Quraisy tajam tertuju pada sosok tinggi besar itu. Usai thawaf, Umar naik ke atas bukit memandang sekeliling dengan pandangan yang teguh. Ia berseru lantang ditujukan kepada kafir Quraisy. Ucapannya yang begitu tegas terpampang dalam sejarah orang-orang pemberani: Barang siapa yang menginginkan istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim, maka temui aku dibalik bukit ini". Bukan sembarangan Umar menantang kafir Quraisy, tetapi sikap itu lahir dari keteguhan jiwa yang ditopang dengan kekuatan raganya.

     Sudah saatnya kita memposisikan diri sebagai bagian dari muslim yang menunjukan kekuatan Islam. Menempa jiwa dan raga kita, terus-menerus hingga lahir sikap teguh dan berani yang merupakan representasi dari kekuatan Islam dan mendapat nilai lebih di mata Rasulullah, sebagai Al-mukmin Al-qowiyyu.





























No comments:

Post a Comment