Oleh : Iran Hamdani
Islam adalah diinul
izzah wal quwwah, agama yang kuat dan mempunyai kehormatan. Nilai-nilai
baik kemanusiaan akan lahir dan terjaga karena kehadiran Islam dengan valuenya yang kuat.
Sejarah telah mencatat bagaimana sepak terjang islam di masa
kekayaannya. Tidak ada seorang pun manusia yang hidup dalam naungan islam,
kecuali pasti islam yang menjadi jaminan keamanan jiwa dan raganya. Seperti
muslimah Arab itu, yang diabadikan kisahnya
dalam siroh nabawiyyah. Di awal-awal babak baru kehidupan Rasulullah di Madinah, orang-orang Yahudi Bani Qoinuqo harus merasakan ketakutan yang luar biasa ketika mereka dikepung oleh Rasulullah dan para Sahabat. Pengepungan ini terjadi karena mereka telah melecehkan seorang wanita muslimah ketika berada di pasar Bani Qoinuqo. Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarokfuri menuturkan kisah ini dalam Ar-rohiq al-makhtum bahwa pengepungan ini terjadi selama lima belas hari hingga Alloh menyusupkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi itu. Akhirnya mereka menyerah kepada keputusan Rasulullah untuk berbuat apa pun terhadap diri mereka, harta, para wanita dan keluarga mereka.
dalam siroh nabawiyyah. Di awal-awal babak baru kehidupan Rasulullah di Madinah, orang-orang Yahudi Bani Qoinuqo harus merasakan ketakutan yang luar biasa ketika mereka dikepung oleh Rasulullah dan para Sahabat. Pengepungan ini terjadi karena mereka telah melecehkan seorang wanita muslimah ketika berada di pasar Bani Qoinuqo. Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarokfuri menuturkan kisah ini dalam Ar-rohiq al-makhtum bahwa pengepungan ini terjadi selama lima belas hari hingga Alloh menyusupkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Yahudi itu. Akhirnya mereka menyerah kepada keputusan Rasulullah untuk berbuat apa pun terhadap diri mereka, harta, para wanita dan keluarga mereka.
Begitulah Rasulullah dan para sahabat memperlihatkan makna
dari kekuatan islam ketika ia sedang berkuasa. Islam akan terlihat bahwa ia
agama yang kuat jika para pembawa islam ini adalah mereka yang mempunyai
kekuatan. Maka tidak heran jika Rasulullah memberikan keutamaan yang lebih bagi
mukmin yang kuat dibandingkan mukmin yang lemah. Imam Muslim meriwayatkan Hadits
dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari
Abdullah bin Idris dari Robi'ah bin Utsman dari Muhammad bin Yahya dari
Al-A'raj dari Abu Huroiroh, Rasulullah bersabda :
المؤمن القوي خير و أحب إلى الله من المؤمن الضعيف
(Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Alloh
dari Mukmin yang lemah)
Imam Nawawi menyebutkan dalam kitabnya bahwa yang dimaksud
dengan alqowiyyu adalah 'aziimatu an-nafsi, kebulatan tekad,
kemauan diri yang kuat. Imam Nawawi mendefinisikan kekuatan ini sebagai berikut
barangkali hendak mengisyaratkan kepada kita bahwa kekuatan jiwa ini harus
terus dipupuk agar tumbuh dan terus berkembang. Karena kekuatan seperti ini
yang dapat membuat musuh "mati" tanpa harus kita mengangkat senjata.
Kekuatan jiwa seperti ini juga yang pernah ditakuti oleh
penjajah Belanda ketika sudah melekat pada diri pribumi muslim Indonesia.
Imperialis Belanda membuat program pendidikan yang disebut Politik Etis, dengan
membangun sekolah-sekolah bagi pribumi Indonesia. Walaupun program ini terlihat
baik bagi masyarakat Indonesia, tetapi G. H. Bousquest mengatakan dalam A French View of the Nederlands Indies
bahwa "kenyataan sebenarnya bahwa keinginan Belanda adalah tetap membangun
superioritas di atas dasar kebodohan pribumi". Program ini sengaja dibuat
untuk mencegah pribumi belajar di pesantren-pesantren yang menjadi basis
perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Maka benar pepatah Arab yang mengatakan
إذا شئت أن تلقى عدوك راغما
# و تقتله غما و تحرقه هما
فرم للعلا و ازدد من العلم
# إنه من ازداد علما زاد حاسده غما
siapa yang ingin
melihat musuh dalam keadaan hina, terbunuh dan terbakar dalam kondisi tercela,
maka sambut kemuliaan dan tambahlah ilmu. Siapa yang bertambah ilmu, maka
bertambah kesusahan pendengkinya
Dalam Hadits lain Rasulullah menyebutkan sebab kaum muslimin
tertindas oleh bangsa lain bukanlah karena jumlah mereka yang sedikit, tetapi
lebih karena jiwa-jiwa mereka yang sedang lemah dan mengalami kekacauan.
Keimanan kaum muslimin saat itu sangat lemah, ketaatannya rendah dan jahil
terhadap ilmu agama. Kapasitas yang banyak tanpa adanya kekuatan jiwa, hanyalah
sebuah kumpulan manusia tanpa makna.
Tentunya kekuatan jiwa ini bisa kita sempurnakan definisinya
dengan kekuatan raga. Seperti Umar bin Khoththob dan Hamzah yang dengan
kekuatan jiwa dan raganya mereka berani membuka periode baru dakwah nabi, dari
sembunyi-sembunyi menjadi terang-terangan.
Kisah keberanian Umar bin Khoththob telah masyhur dalam
sejarah keislaman Sahabat Rasulullah. Disaat kaum muslimin awal hendak
berhijrah ke Yatsrib dengan sembunyi-sembunyi, Umar keluar membawa pedang yang
telah terhunus, lalu shalat dan thawaf sejenak di Baitullah, sementara seluruh
mata Quraisy tajam tertuju pada sosok tinggi besar itu. Usai thawaf, Umar naik
ke atas bukit memandang sekeliling dengan pandangan yang teguh. Ia berseru
lantang ditujukan kepada kafir Quraisy. Ucapannya yang begitu tegas terpampang
dalam sejarah orang-orang pemberani: “Barang
siapa yang menginginkan istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim,
maka temui aku dibalik bukit ini". Bukan sembarangan Umar menantang kafir
Quraisy, tetapi sikap itu lahir dari keteguhan jiwa yang ditopang dengan
kekuatan raganya.
Sudah saatnya kita memposisikan diri sebagai bagian dari
muslim yang menunjukan kekuatan Islam. Menempa jiwa dan raga kita,
terus-menerus hingga lahir sikap teguh dan berani yang merupakan representasi
dari kekuatan Islam dan mendapat nilai lebih di mata Rasulullah, sebagai Al-mukmin Al-qowiyyu.
No comments:
Post a Comment