Oleh : Dr. Abdul Ghoni, M.Hum.
Seluruh Ulama bersepakat bahwa kewajiban Makmum yang gugur
bersama Imam adalah kewajiban dari sisi bacaan saja. Adapun kewajiban berupa
gerak atau perbuatan tidak dapat gugur. Contoh: Kewajiban Makmum untuk Sujud
tidak gugur karena Sujudnya Imam.
Para Ulama berbeda pendapat tentang kewajiban membaca Surat
al-Fatihah pada Makmum. Dalam hal ini, ada 4 pendapat Ulama.
Pertama, pendapat Imam Malk. Beliau berpendapat bahwa Makmum
harus membaca al-Fatihah pada shalat sirriyyah (Zuhur dan Ashar). Makmum tidak
boleh membacanya saat shalat jahriyah (Maghrib, Isya dan Subuh).
Kedua, pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa Makmum
tidak membaca surat al-Fatihah sama sekali, baik dalam shalat sirriyyah maupun
jahriyah.
Ketiga, Imam Syafii berpendapat bahwa Makmum membaca surat
al-Fatihah dan surat lainnya dalam sirriyyah sementara dalam shalat jahriyah,
Makmum hanya membaca surat al-Fatihah saja.
Keempat, pendapat Imam Ahmad ibn Hambal yang menyatakan bahwa
dalam sirriyyah dan shalat jahriyyah
akan tetapi Makmum tidak mendengar bacaan Imam, maka wajib bagi Makmum untuk
membaca surat al-Fatihah. Sementara dalam shalat jahriyyah dan Makmum
mendengarnya, maka Makmum tidak membaca surat al-Fatihah.
Apa dalil masing-masing pendapat tersebut?
Imam Syafii berpegang pada hadits La Shalaata illa
Bifaatihatil Kitab, yang diberlakukan dalam shalat sirriyyah dan jahriyyah.
Imam Malik berpegang pada hadits yang sama dengan Imam Syafii
akan tetapi diberlakukan hanya untuk shalat sirriyyah. Akan tetapi dalam shalat
jahriyyah, Imam Malik berpegang pada hadits Abu Hurairah ketika Nabi melarang
sahabat membaca surat al-Fatihah saat beliau menjadi Imam shalat jahriyyah.
Imam Abu Hanifah mendasarkan pendapatnya pada hadits Jabir
yang menyatakan bahwa bacaan Imam secara otomatis menjadi bacaan Makmum. Dengan
demikian gugur kewajiban Makmum untuk membaca surat al-Fatihah ketika Imam
sudah membacanya.
Imam Ahmad Ibn Hambal mendasarkan pendapat gugurnya kewajiban
Makmum membaca surat al-Fatihah adalah karena perintah untuk mendengarkan
al-Qur’an saat Imam membacanya sebagaimana disebutkan dalam surat al-A’raf ayat
204. Oleh karena itu Imam Ahmad tetap mewajibkan Makmum membaca surat
al-Fatihah dalam shalat sirriyyah atau shalat jahriyyah akan tetapi suara Imam
tidak terdengar oleh Makmum.
Keragaman pendapat tersebut dapat menjadi jalan dalam
beberapa permsalahan. Permasalahan pertama, ketika seorang Muallaf yang sudah
wajib shalat akan tetapi dapat membaca surat al-Fatihah atau tidak
menghafalnya. Maka dalam hal ini, pendapat Imam Abu Hanifah dapat menjadi
solusi.
Referensi: Bidayatul Mujtahid karya Ibn Rusyd.
No comments:
Post a Comment