Friday, April 28, 2017

Jalan Menuju Syurga Itu “Mudah” dan “Murah”




Oleh: Dr. Abdul Ghoni,M,Hum.

Kadang sebagian kita berpikir bahwa untuk mendapatkan syurga itu sangat berat serta memerlukan biaya dan modal yang sangat besar. Jika demikian tentu saja hanya orang kaya yang terbuka baginya peluang menuju syurga. Hanya orang yang mendapat keberuntungan dunia yang layak menjadi penghuni syurga. Bagaimana nasib seseorang yang hidup dalam kefakiran? Bagi orang miskin, akan tertutup baginya jalan tersebut.

Persepsi bahwa syurga berbiaya besar seperti di atas perlu diluruskan. Bukankah Allah maha adil dalam menilai perilaku manusia dengan keragaman potensi yang ia miliki? Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah bersabda:
الجنة أقرب الى أحدكم من شراك نعله
“syurga lebih dekat kepada kalian, daripada tali sandal kalian sendiri”.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia betapapun keadaannya, terbuka baginya jalan menuju syurga. Orang kaya dan miskin sama-sama berkesempatan masuk syurga. Orang perkotaan dan pedesaan memiliki jalannya masing-masing untuk mendapat syurga. Ada begitu banyak jalan, ada keragaman kebaikan yang bisa dilakukan seseorang sesuai dengan keadaannya masing-masing.

Shalat sebagai kewajiban utama manusia misalnya, ternyata tidak membutuhkan biaya yang besar. Ukuran yang harus dipenuhi saat melaksanakan shalat adalah kebersihan dan kecukupan pakaian untuk dapat menutup aurat. Tidak ada keharusan  menggunakan bahan dengan harga atau dengan model tertentu dalam melaksanakan shalat. Setiap orang dapat menggunakan pakaian sehari-harinya untuk melaksanakan kewajiban shalat.

Di samping itu ada banyak kebaikan yang bersifat maknawi dan tidak membutuhkan biaya sedikitpun. Kebaikan tersebut berupa bagaimana seseorang memiliki niat yang baik, meluruskan niat, dan selalu memiliki niat yang besar meskipun kesempatan itu seolah tidak ada sama sekali. Niat adalah penentu kualitas perbuatan seseorang di sisi Allah. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi SAW ketika menjelaskan model-model manusia. Model pertama adalah manusia yang memiliki harta dan ilmu, sehingga hartanya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Model kedua adalah manusia yang memiliki ilmu tetapi tidak memiliki harta. Orang tersebut dengan ilmunya memiliki niat yang baik. Ia bertekad melakukan seperti yang dilakukan orang model pertama jika ia suatu saat memiliki harta. Dalam hadits dijelaskan bahwa orang model pertama dan kedua memiliki kedudukan dan mendapatkan ganjaran yang sama. Hadits tersebut menjadi oase bagi mereka yang memiliki kesempitan dunia akan tetapi berpeluang mendapatkan keluasan pahala dari Allah.

Sebaliknya ketika seseorang berpikir sejenak terhadap orang yang melakukan keburukan, ternyata tidak sedikit di antara keburukan yang justru membutuhkan uang banyak. Sebut saja orang yang menjadi pecandu narkoba. Ia membutuhkan uang yang sangat banyak untuk memenuhi keinginan hawa nafsunya. Seorang penjudi dapat menghabiskan banyak uang dalam hitungan jam bahkan menit. Seorang peminum khamr menghabiskan uang yang juga tidak sedikit untuk menikmati khamr dengan jenis tertentu.

Dari ilustrasi tergambar bahwa ada banyak kebaikan yang tidak membutuhkan biaya besar, bahkan tidak membutuhkan dana sama sekali. Di sisi lain, ada begitu banyak keburukan yang justru membutuhkan dana besar bahkan memiliki resiko yang sangat tinggi. Namun satu hal yang tidak logis adalah ada di antara manusia justru memilih keburukan yang membutuhkan dana besar daripada melakukan kebaikan yang tidak berbiaya tinggi. Irrasionalitas itu semakin nampak jelas ketika pelaku keburukan menyadari bahwa keburukan berbiaya besar itu, menggiring seseorang dalam kemurkaan Allah. Sementara kebaikan yang tidak berbiaya itu mengantarkan mereka dalam kasih sayang Allah.

No comments:

Post a Comment