Oleh : Zulfa Syafiqoh M.
Manusia adalah makhluk individu dan
makhluk sosial. Tujuan makhluk sosial tentunya agar mampu berinteraksi dengan
individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan
sosial, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok variasi warna
salah satunya adalah perbedaan agama.
Dalam menjalani kehidupan sosial tidak
bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang dapat terjadi antar kelompok
masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Dalam rangka menjaga
keutuhan dan persatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut untuk saling
menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara satu dengan yang lainnya.
Dalam pembukaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2
disebutkan bahwa “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk berbadah menurut kepercayaan itu. ” Oleh
karena itu kita sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjungjung tinggi sikap
saling toleransi antar umat beragama dan saling menghormati antar hak dan
kewajiban yang ada diantara kita demi keutuhan Negara.
Namun akhir-akhir ini banyak sekali
terjadi kasus-kasus kerusuhan yang kebanyakan didasarkan atas sentiment agama.
Kasus-kasus kerusuhan tersebut dapat merusak nama bangsa Indonesia di duina
Internasional seperti yang mereka inginkan yaitu tak ada toleransi sekolah yang
dibocorkan soal UN, Al-Qur’an digigit babi, penistaan agama, pelecehan ulama
dan lain-lain.
Dalam Q.S : Al-Kafirun : 1-6
Artinya : “Katakanlah ( wahai Muhammad
kepada orang-orang kafir). “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan
Untukkulah agamaku”.
Jangan heran, jika non muslim memberi
ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri yang kita rayakan. Itu semua bertujuan
supaya kita membalas ucapan selamat di perayaan Natal mereka. Inilah prinsip
yang ditawarkan oleh kafir Quraisy di masa silam pada Nabi kita Muhammad
shallallhu ‘alaihi wa sallam.
Namun bagaimanakah Nabi shallallhu ‘alaihi
wa sallam menyikapi toleransi seperti itu? Tentu seperti yang diajarkan dalam
ayat, lakum dinukum wa li ya diin, bagi kalian agama kalian kalian, bagi kami
agama kami. Sudahlah biarkan mereka beribadah dan merayakan hari rayanya, tanpa
kita turut serta dalam perayaan mereka. Tanpa ada kata ucap selamat, hadiri
undangan atau melakukan bentuk tolong menolong lainnya.
Sepatah kata penutup ☺ ,
Lalu, masihkah kita bertoleran pada para
koruptor yang semakin melimpah, melihat mereka dimana mana berserakan seperti
sampah?
Masihkah kita bertoleran pada para manusia
bertahta tinggi bermental sampah?
Apa kita sebagai seorang warga negara di
Indonesia dan kita mayoritas muslim masih ingin terus bertanya-tanya “islam
yang mana?” karena islam itu bukan hanya satu?
Bahkan perbedaan begitu melonjak. Islam
KTP berserakan dimana-mana. Yang wajib disunahkan. Yang sunah diharamkan. Yang
haram bertebaran! Padahal Tuhan kita satu, Pedoman kita sama. Apa kita akan
membiarkan dunia berkuasa? Kita muslim tapi terpecah belah.
Masihkah kita membiarkan kekayaan alam
negeri kita menjadi penyisaan? Dan sisa yang akan menimbulkan bencana-bencana
yang terjadi.
Apa Dasar Negara pun dilupakan?
Masih ingin melihat Negeri ini hidup hanya untuk banyak tertawa
sedikit bekerja?
Dimana Orang Muslim? Dimana kalian?
Dakwah, kapan mulainya??
AllohuAkbar!! Bangkit!
No comments:
Post a Comment