Friday, November 10, 2017

Realisasi Taqwa

Oleh: Dr. Abdul Ghoni, M.Hum.
(Kajian Surat al-Ahzab ayat 1-3)

Taqwa merupakan perintah yang jika seseorang mampu merealisasikannya, maka syurga menjadi jaminannya. Bukan hanya kebahagiaan akhirat yang Allah berikan, akan tetapi kemudahan urusan dunia pun sudah menjadi jaminan bagi siapa yang menyandang gelar taqwa.

Satu hal yang menjadi persoalan adalah bagaimana mewujudkan taqwa tersebut. Dalam surat al-Ahzab ayat 1, Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk bertaqwa kepada-Nya dengan kalimat 

"يا أيها النبي اتق الله"  

artinya: Wahai Nabi Muhammad, bertaqwalah engkau kepada Allah! Imam Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa ketika ada perintah kepada orang yang mulia seperti Nabi, maka secara otomatis lebih penting lagi perintah itu bagi umatnya. Umat lebih membutuhkan bimbingan untuk menjadi orang yang bertaqwa. Bahkan bisa jadi, seorang Nabi dengan segala kemuliaannya sudah sangat dekat dengan ketaqwaan, sehingga umat sebenarnya yang perlu untuk terus menghadirkan ketaqwaan dalam dirinya.

Adapun realisasi taqwa yang diminta oleh Allah pada bagian awal surat al-Ahzab mencakup tiga hal yaitu:

1. Janganlah mentaati orang Kafir dan Munafiq! Dalam Tafsir Ibn Katsir dijelaskan bahwa Nabi hendaknya tidak perlu mendengar perkataan mereka dan tidak menganggap mereka sehingga perlu diajak dalam bermusyawarah. Memang kadangkala orang Kafir dan Munafiq memiliki ungkapan yang logis, argumentasi yang kuat, bahkan bisa menimbulkan decak kagum. Akan tetapi Allah maha mengetahui bahwa akhir dari mengikuti mereka adalah keburukan dan kesesatan.  Tidak sedikit keburukan itu nampak awalnya adalah positif, akan tetapi endingnya selalu negatif.

2. Ikutilah al-Qur’an! Dalam mengikuti petunjuk al-Qur’an, Allah tidak mengecualikan Rasulullah yang menerima wahyu, akan tetapi Rasul sendiri yang pertama kali diperintahkan untuk mengikuti al-Qur’an.  Hukum dan aturan dalam al-Qur’an tidak mengenal stratifikasi sehingga ada orang-orang yang kebal dari aturan al-Qur’an. Aturan al-Qur’an berlaku untuk semua termasuk Rasulullah yang sangat dicintai Allah. Di sinilah berlaku istilah keadilan dalam hokum bahwa seluruh umat Islam equal before al-Qur’an (semuanya sama di hadapan al-Qur’an).

Al-Qur’an sendiri adalah buku panduan hidup yang sudah pasti benarnya. Jika ada istilah ilmu eksak dalam dunia pengetahuan, ternyata puncak dari ilmu eksak itu justru adanya ketidakpastian. Maka ilmu al-Qur’an adalah ilmu pasti yang lebih pasti dari ilmu eksak. Dalam surat Thaha 123-124, Allah sudah menetapkan bahwa ketundukan seseorang pada Al-Qur’an menjadi jaminan hidup yang sukses dan jauh dari kesengsaraan. Sementara hidup yang jauh dari al-Qur’an meniscayakan adanya kesempitan hidup di dunia dan sengsara di kehidupan yang hakiki.

3. Bertawakkal dan berserah dirilah kepada Allah! Setelah seseorang melaksanakan seluruh perintah Allah dengan tidak mentaati orang Kafir dan Munafiq kemudian hidupnya dibingkai dengan mengikuti al-Qur’an, maka kemudian orang tersebut hendaknya berserah diri kepada Allah. Berserah diri kepada Allah dalam segala urusan dan dalam segala keadaan tanpa kecuali. Rendahkan diri kepada Allah dengan serendah-rendahnya seperti saat sujud. Sujud adalah posisi yang terdekat antara hamba dengan Pencipta. Negasikan diri di hadapan Allah yang Maha Kaya, yang menggenggam seluruh apa yang ada di langit dan di bumi.  Allah yang mengatur alam jagat raya, Allah yang menguasai semuanya, oleh karena hanya Allah yang berhak bagi setiap orang untuk bertawakkal kepada-Nya. Bertawakkal kepada selain Allah meniscayakan kekecewaan, karena semua adalah makhluk ciptaan Allah yang sangat lemah.

Dengan demikian sikap MENOLAK UNTUK TAAT kepada orang Kafir dan Munafiq, sikap MENGIKUTI AL-QUR’AN serta sikap TAWAKKAL kepada Allah dalam segala urusan akan menempatkan seorang Muslim menjadi seorang penggenggam gelar Taqwa yang jaminannya adalah SYURGA.

No comments:

Post a Comment