Monday, March 20, 2017

Hanya yang Berat yang Layak Diceritakan



Hanya yang Berat yang Layak Diceritakan
(Saatnya Buat Cerita Sendiri)
Oleh: DR. Abdul Ghoni, M.Hum.

Bagian terbesar dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah cerita atau kisah-kisah. Ada yang menyebutkan hampir 80% dari al-Qur’an berisi cerita-cerita umat terdahulu. Cerita memiliki kelebihan tersendiri untuk memberikan pesan kepada setiap orang. Setidaknya dengan cerita, seseorang mendapatkan nasehat tanpa merasa ada yang mengguruinya. Cerita juga lebih fasih daripada ribuan kata-kata, karena di dalamnya mengandung contoh yang tentunya lebih mudah diterapkan karena sudah ada yang pernah melakukan sebelumnya. Dari dua kelebihan tersebut, sangat wajar jika story telling menjadi salah satu metode pengajaran yang efektif. 


Para psikolog berpendapat bahwa cerita adalah media utama di mana manusia dapat belajar banyak darinya. Jordan Catapano dalam tulisannya yang berjudul “storytelling in the classroom as a teaching strategy” menyebutkan bahwa melalui cerita ada interaksi emosi antara seorang guru dan murid, antara pembicara dan pendengar. Cerita dapat menyentuh hati seseorang, sehingga membuat para pendengar tertawa, menangis, sedih, dan gembira. Hal ini yang kadangkala dirasakan oleh seorang guru, di mana secara fisik seolah ada interaksi dengan murid, akan tetapi secara emosional seolah tidak saling menyapa.

Satu catatan dari Jordan Catapano yang menarik adalah bahwa sumber cerita yang cukup efektif adalah true story from your own life (cerita nyata tentang kehidupanmu sendiri). Cerita diri sendiri merupakan sumber pembelajaran terbaik. Jika memang hal itu  sangat strategis, maka yang perlu dilakukan oleh setiap orang bukan hanya banyak membaca cerita orang lain, mendengarkan cerita orang lain, akan tetapi bagaimana ia membuat ceritanya sendiri. Cerita tentang jatuh-bangunnya sebuah usaha dilakukan. Cerita tentang komitmen terhadap idealisme tertentu yang kadang mengharuskan seseorang berhadapan dengan tantangan yang besar.
Pada suatu hari penulis bertemu dengan seseorang yang banyak menghabiskan waktunya untuk melayani masyarakat. Beliau sudah berpindah tempat tinggal beberapa kali, dari Yogyakarta ke Kalimantan, kemudian ke Jakarta lalu ke Bogor, dan pada tahun 2016 ini sudah kembali membuka daerah pelayanan baru di Kalimatan Timur. Satu hal yang selalu terngiang-ngiang di benak penulis adalah kata-kata motivasinya saat ada tantangan dan kesulitan. Ia selalu mengatakan “Coba pikirkan saat kita bercerita. Apakah kita banyak bercerita hal-hal yang menyenangkan atau hal-hal yang menyulitkan? Kita tidak terlalu tertarik untuk menceritakan hal-hal yang menyenangkan, karena memang hanya hal-hal yang pahit dan sulit yang layak diceritakan”. 

Begitulah bentuk alamiah cerita. Naturnya cerita itu berisi kisah-kisah penuh perjuangan, tantangan, kesulitan, dan penderitaan. Kemudian dari kondisi yang sulit, seseorang mampu bangkit dan melakukan sesuatu sehingga ia dapat mengatasinya dengan baik. Tentu saja proses memantapkan diri untuk bangkit hingga terwujudnya sebuah harapan membutuhkan waktu yang panjang. Di sinilah dibutuhkan adanya ketahanan (endurance). Siapa yang mampu bertahan lebih panjang, maka ia lah yang akan sampai pada ending yang membahagiakan di balik setiap kesulitan itu. Jika diibaratkan olahraga lari, maka proses perjuangan yang layak menjadi cerita, ia seperti lari marathon. Jarak yang jauh dengan puluhan kilometer. Tidak penting bagi setiap orang yang ingin bangkit untuk menatap dan mengeluhkan jauhnya jarak, akan tetapi yang terpenting adalah ada langkah-langkah yang sudah mulai dilakukan untuk menaklukkan jarak yang panjang itu. Perlahan namun pasti, kesulitan berupa jarak yang jauh, setiap berkurang dan terus berkurang hingga seorang pelari marathon sampai di garis finishnya.

Salah satu karakteristik dari kehidupan manusia adalah keberulangan sejarah (repetition of history). Cerita-cerita akan terus berulang dari sejarah manusia pertama sampai manusia saat ini. Selalu ada selisih perjalanan antara yang benar dan salah, yang baik dan buruk, hingga akhirnya kebenaran dan kebaikan akan muncul ke permukaan. Selalu ada happy ending dalam setiap cerita kehidupan. Selalu ada keberhasilan atas setiap perjuangan yang dilakukan. Selalu ada kemudahan di balik setiap kesulitan. Selalu ada fajar setelah ada gelap dan pekatnya malam. Selalu ada mawar di balik duri-durinya yang tajam. Itulah aksioma dari setiap cerita. Oleh karena itu, setiap orang perlu menentukan ceritanya sendiri untuk memastikan bahwa ia sudah mengambil peran yang benar yang dalam setiap cerita akan mendapatkan akhir yang menggembirakan. Setiap orang perlu memastikan bahwa ia tidak berperan antagonis sebagai pecundang dan pembuat kerusakan dalam cerita hidupnya. Akan tetapi ia mengambil peran protagonist sebagai pemberi jalan dan pencari solusi bagi kehidupan. Peran protagonis lah yang akan membawa seseorang pada episode yang pahit dan sulit yang pada akhirnya layak untuk diceritakan. Mari belajar dari cerita kemudian dilanjutkan dengan membuat cerita sendiri, maka cerita itu akan menjadi cara untuk memberi nasehat yang indah kepada orang-orang sekitar.




No comments:

Post a Comment