Hanya yang
Berat yang Layak Diceritakan
(Saatnya Buat
Cerita Sendiri)
Oleh: DR. Abdul Ghoni, M.Hum.
Bagian
terbesar dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah cerita atau kisah-kisah. Ada yang
menyebutkan hampir 80% dari al-Qur’an berisi cerita-cerita umat terdahulu. Cerita
memiliki kelebihan tersendiri untuk memberikan pesan kepada setiap orang.
Setidaknya dengan cerita, seseorang mendapatkan nasehat tanpa merasa ada yang
mengguruinya. Cerita juga lebih fasih daripada ribuan kata-kata, karena di
dalamnya mengandung contoh yang tentunya lebih mudah diterapkan karena sudah
ada yang pernah melakukan sebelumnya. Dari dua kelebihan tersebut, sangat wajar
jika story telling menjadi salah satu metode pengajaran yang efektif.
Para psikolog
berpendapat bahwa cerita adalah media utama di mana manusia dapat belajar
banyak darinya. Jordan Catapano dalam tulisannya yang berjudul “storytelling
in the classroom as a teaching strategy” menyebutkan bahwa melalui cerita
ada interaksi emosi antara seorang guru dan murid, antara pembicara dan
pendengar. Cerita dapat menyentuh hati seseorang, sehingga membuat para
pendengar tertawa, menangis, sedih, dan gembira. Hal ini yang kadangkala
dirasakan oleh seorang guru, di mana secara fisik seolah ada interaksi dengan
murid, akan tetapi secara emosional seolah tidak saling menyapa.
Satu catatan
dari Jordan Catapano yang menarik adalah bahwa sumber cerita yang cukup efektif
adalah true story from your own life (cerita nyata tentang kehidupanmu
sendiri). Cerita diri sendiri merupakan sumber pembelajaran terbaik. Jika
memang hal itu sangat strategis, maka
yang perlu dilakukan oleh setiap orang bukan hanya banyak membaca cerita orang
lain, mendengarkan cerita orang lain, akan tetapi bagaimana ia membuat
ceritanya sendiri. Cerita tentang jatuh-bangunnya sebuah usaha dilakukan.
Cerita tentang komitmen terhadap idealisme tertentu yang kadang mengharuskan
seseorang berhadapan dengan tantangan yang besar.
Pada suatu
hari penulis bertemu dengan seseorang yang banyak menghabiskan waktunya untuk
melayani masyarakat. Beliau sudah berpindah tempat tinggal beberapa kali, dari
Yogyakarta ke Kalimantan, kemudian ke Jakarta lalu ke Bogor, dan pada tahun
2016 ini sudah kembali membuka daerah pelayanan baru di Kalimatan Timur. Satu
hal yang selalu terngiang-ngiang di benak penulis adalah kata-kata motivasinya
saat ada tantangan dan kesulitan. Ia selalu mengatakan “Coba pikirkan saat kita
bercerita. Apakah kita banyak bercerita hal-hal yang menyenangkan atau hal-hal
yang menyulitkan? Kita tidak terlalu tertarik untuk menceritakan hal-hal yang
menyenangkan, karena memang hanya hal-hal yang pahit dan sulit yang layak
diceritakan”.
Begitulah
bentuk alamiah cerita. Naturnya cerita itu berisi kisah-kisah penuh perjuangan,
tantangan, kesulitan, dan penderitaan. Kemudian dari kondisi yang sulit,
seseorang mampu bangkit dan melakukan sesuatu sehingga ia dapat mengatasinya
dengan baik. Tentu saja proses memantapkan diri untuk bangkit hingga terwujudnya
sebuah harapan membutuhkan waktu yang panjang. Di sinilah dibutuhkan adanya
ketahanan (endurance). Siapa yang mampu bertahan lebih panjang, maka ia lah
yang akan sampai pada ending yang membahagiakan di balik setiap kesulitan itu.
Jika diibaratkan olahraga lari, maka proses perjuangan yang layak menjadi
cerita, ia seperti lari marathon. Jarak yang jauh dengan puluhan kilometer.
Tidak penting bagi setiap orang yang ingin bangkit untuk menatap dan
mengeluhkan jauhnya jarak, akan tetapi yang terpenting adalah ada langkah-langkah
yang sudah mulai dilakukan untuk menaklukkan jarak yang panjang itu. Perlahan
namun pasti, kesulitan berupa jarak yang jauh, setiap berkurang dan terus
berkurang hingga seorang pelari marathon sampai di garis finishnya.
Salah satu
karakteristik dari kehidupan manusia adalah keberulangan sejarah (repetition
of history). Cerita-cerita akan terus berulang dari sejarah manusia pertama
sampai manusia saat ini. Selalu ada selisih perjalanan antara yang benar dan
salah, yang baik dan buruk, hingga akhirnya kebenaran dan kebaikan akan muncul
ke permukaan. Selalu ada happy ending dalam setiap cerita kehidupan.
Selalu ada keberhasilan atas setiap perjuangan yang dilakukan. Selalu ada
kemudahan di balik setiap kesulitan. Selalu ada fajar setelah ada gelap dan
pekatnya malam. Selalu ada mawar di balik duri-durinya yang tajam. Itulah
aksioma dari setiap cerita. Oleh karena itu, setiap orang perlu menentukan
ceritanya sendiri untuk memastikan bahwa ia sudah mengambil peran yang benar
yang dalam setiap cerita akan mendapatkan akhir yang menggembirakan. Setiap
orang perlu memastikan bahwa ia tidak berperan antagonis sebagai pecundang dan
pembuat kerusakan dalam cerita hidupnya. Akan tetapi ia mengambil peran
protagonist sebagai pemberi jalan dan pencari solusi bagi kehidupan. Peran
protagonis lah yang akan membawa seseorang pada episode yang pahit dan sulit
yang pada akhirnya layak untuk diceritakan. Mari belajar dari cerita kemudian dilanjutkan
dengan membuat cerita sendiri, maka cerita itu akan menjadi cara untuk memberi nasehat
yang indah kepada orang-orang sekitar.
No comments:
Post a Comment