Oleh: DR.
Abdul Ghoni,M.Hum.
(Pengalaman berbincang bersama Mr.
Kalen)
Bagian Pertama dari 2 Tulisan
Berasal jauh dari pedalaman suku
Dayak tak menyurutkan jiwanya untuk terus melakukan perubahan dan berkontribusi
sesuatu untuk Indonesia.
Awal kisah satu hari ada seorang
penceramah yang diundang untuk memberikan taushiyah di kampung pedalaman suku
Dayak, Kalimantan. Kalen muda hadir pada saat itu. Dengan semangatnya, sang
penceramah memompa semangat masyarakat Dayak untuk mau berubah dan berubah.
Tidak ketinggalan, si penceramah mengutip ayat “perubahan” yang berbunyi:
إنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merubah
nasib sesuatu kaum sehingga mereka merubah nasib mereka sendiri “.(Ar Ra’ad:
11)
Ayat tersebut begitu membekas pada
diri Kalen yang kemudian ia pun memberanikan diri untuk menanyakan sesuatu
kepada sang penceramah. Di antara pertanyaan yang dikemukakan adalah; “Pak
Ustadz belajar dimana sebelumnya?” pertanyaan tersebut kemudian dijawab; “saya
sebelumnya belajar di Gontor”.
Dari acara tersebut, terus terbersit
di benak Kalen muda bahwa ia harus belajar di Gontor. Padahal saat itu Kalen
muda sudah menyelesaikan studi pada tingkat SMA, dan ia sedang bekerja.
Mengingat keterbatasan kemampuan finansial kedua orangtuanya untuk bisa
menyekolahkan anaknya di pesantren, maka Kalen muda berpikir bahwa ia harus
mengumpulkan seluruh gajinya untuk bisa membiayai pendidikannya di pesantren
Gontor.
Setelah kurang lebih 2 tahun bekerja,
maka Kalen muda memutuskan untuk segera pergi ke Gontor dan belajar di sana.
Sudah dapat ditebak mungkin Kalen muda menjadi murid yang sudah agak tua,
karena memang Gontor menerima santri yang baru lulus SD. Akan tetapi bagi
mereka yang sudah lanjut usia pun diperbolehkan belajar di Gontor dengan syarat
siap mengikuti program apa adanya seperti yang lain.
Beberapa tahun Kalen muda belajar
hingga dia berada di kelas 5 (satu tahun menjelang akhir kegiatan pembelajaran
di Gontor). Problem klasik terkait dengan kebutuhan finansial kembali menerpa
Kalen. Ia pun berada pada posisi tidak bisa memperpanjang nafas belajar di
Gontor lagi. Namun sebagai santri yang baik, ia tidak ingin keluar begitu saja
akan tetapi ingin pamitan dengan Pak Zar (Pimpinan Gontor yang juga termasuk
perintis). Namun dari pengalaman para santri yang ingin keluar Gontor, kalau
minta izin ke Pak Zar maka jawabannya akan selalu dilarang Pak Zar dan diminta
tetap di Gontor. Dengan penuh rasa kekhawatiran tingkat tinggi, Kalen
memaksakan diri menghadap Pak Zar dengan resiko siap menghadapi apapun yang
terjadi. Ketika Kalen menghadap Pak Zar, ternyata respon Pak Zar agak berbeda
dengan santri yang lain. Kepada Kalen, Pak Zar memberikan lecutan motivasi yang
luar biasa dan diingat terus. Dengan lantang Pak Zar mengatakan; “Banyak orang
yang di Gontor tidak sukses, tidak lulus, akan tetapi dia bisa sukses di luar”.
No comments:
Post a Comment