Wednesday, March 1, 2017

Sejernih Ilmu Semurni Amal



Oleh: Zulfa Nabilah

Menapaki medan perjuangan dan menyusuri jalan kemuliaan yang telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rasul tercinta, Muhammad SAW adalah proses yang tak mudah. Betapapun Allah SWT telah mengabarkan sebongkah keniscayaan akan kemenangannya di akhir episode, namun manisnya kemenangan itu mungkin tak akan dirasakan, terlebih menjadi hambar, tanpa turut serta menyelami pahit dan getirnya nafas-nafas perjuangan dalam episode kesulitan ini.

Menyelam tanpa bekal hanya akan membuat diri terseok-seok dan sulit untuk menghadapi berbagai arus yang tak sepadan dengan daya pemahaman dan menimbulkan kekhawatiran akan seuntai keyakinan bahwa jalan yang ditempuh merupakan sebuah kebenaran yang harus diperjuangkan. Maka, sebesar apapun keyakinan tanpa pemahaman takkan membuatnya menjadi kuat, selaksa amal tanpa pondasi ilmu yang kokoh hanya akan berakhir kosong, namun tak bernilai.

Maka, Allah SWT menyampaikan sebuah pesan dalam firmanNya :

قل هذه سبيلى أدعوا الى الله ج على بصيرة أنا و من التبعني صلى  و سبحن الله و ما أنا من المشركين (يوسف : 108)
“Katakanlah hai Muhammad, “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.”

Maka, dalam ayat tersebut Allah menghendaki RasulNya Muhammad SAW untuk berdakwah dengan yakin, yaitu dengan bukti-bukti yang nyata, hujjah yang kokoh dan di atas pondasi ilmu yang jernih. Sebagaimana Allah SWT menghendaki dakwah, sebagai sebuah karakter dalam agama ini yang tidak boleh terpisahkan dari ilmu. Sebab keyakinan imani yang menjadi pokok pondasi kita dalam menempuh sebuah amal, tak cukup dengan asumsi yang hanya dibenarkan oleh hati, melainkan harus dibersamai dengan ilmu yang menerangi.

Dalam sebuah kisah diceritakan tentang begitu tinggi cita-cita seorang da’i dan tabi’in mulia dan ternama, Urwah Ibnu Zubair, ketika sedang bercengkrama bersama ketiga saudaranya, Abdullah bin Zubair, Mush’ab bin Zubair dan Abdul Malik bin Marwan, yang membicarakan tentang khayalan dan cita-cita masing-masing mengitari taman hasrat mereka yang subur. Di mana ketiga saudaranya begitu berambisi untuk dapat menguasai wilayah-wilayah yang menjadi target mereka masing-masing serta mampu menjadi khalifah di sana, ialah Hijaz, Irak, dan menguasai seluruh dunia menggantikan posisi Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Sementara Urwah diam seribu bahasa, tak berkata sepatahpun. Kemudian, saudara-saudanya pun mendekatinya dan berkata, “Bagaimana denganmu wahai Urwah, apa yang menjadi cita-citamu kelak?”, kemudian Urwah menjawab, “Semoga Allah SWT memberkahi semua cita-cita dari urusan dunia kalian, aku ingin menjadi alim (orang berilmu yang mau beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabbnya, sunnah nabinya, dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku akan berhasil di akhirat dan memasuki syurga dengan ridho Allah SWT.

Dalam kutipan sebuah buku, Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani berkata, “Ketahuilah dan pahamilah, pengemban dakwah takkan mampu memikul tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya tanpa menanamkan pada dirinya cita-cita untuk mengarah kepada jalan kesempurnaan, selalu mengkaji dan mencari kebenaran.”

Maka, para da’i sudah selayaknya melangkah lebih jauh untuk mendidik ummat ini dengan ilmu. Sebab, ilmulah yang akan menghantarkan tiap pribadi untuk sampai kepada puncak kehambaan. Ialah ikhlas, semurni amal serta menunjukkan seluruh keberagaman di hati, lisan, maupun perbuatan hanya untuk Allah SWT semata.

Wallahu ‘alam bishowab


No comments:

Post a Comment