Oleh: Dr. Abdul Ghoni,M.Hum.
Dalam hadits riwayat
Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah mengajarkan satu doa kepada putrinya yang
hendak berta’ziyah. Doa tersebut berbunyi:
لله ما أخذ وله ما أعطى وكل
شيء عنده بأجل مسمى فلتصبر ولتحتسب
Sesungguhnya milik Allah apa yang sudah
diambil, dan milik Allah juga apa yang masih diberikan. Segala sesuatu memiliki
batas waktu di sisi Allah, maka bersabar dan berharaplah hanya kepada Allah
Ada satu komentar luar
biasa dari Imam Nawawi dalam bukunya “Al-Azkar”,
bahwasanya dalam doa tersebut terkandung salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam Islam. Hal tersebut mengisyaratkan kandungan doa yang sarat pesan dan makna sebagai pegangan hidup orang-orang yang beriman. Sekaligus hal itu menunjukkan bahwa doa bukan hanya kalimat-kalimat yang dibaca dalam bermunajat kepada Allah, akan tetapi juga pesan agar setiap Mu’min berusaha menyesuaikan diri dengan makna yang terkandung dalam doa.
bahwasanya dalam doa tersebut terkandung salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam Islam. Hal tersebut mengisyaratkan kandungan doa yang sarat pesan dan makna sebagai pegangan hidup orang-orang yang beriman. Sekaligus hal itu menunjukkan bahwa doa bukan hanya kalimat-kalimat yang dibaca dalam bermunajat kepada Allah, akan tetapi juga pesan agar setiap Mu’min berusaha menyesuaikan diri dengan makna yang terkandung dalam doa.
Dalam kalimat pertama لله ما أخذ (milik Allah apa yang sudah diambil) mengandung
pesan untuk manusia bahwa sesungguhnya sungguh apa yang sudah diambil adalah
benar-benar milik Allah. Allah pemilik sebenarnya dan Allah berhak mengambilnya
kembali setiap saat yang menjadi milik-Nya tanpa ada yang dapat menolak atau
menghalanginya. Apapun yang hilang dari diri manusia, pada hakikatnya adalah
karena Allah ingin mengambil hak miliknya. Manusia bukan pemilik sejati dari
sesuatu yang sudah tiada. Sikap manusia tidak ada lain kecuali ridha atas
kehendak Allah tersebut. AA Gym dalam taushiyahnya menganalogikan manusia yang
hidup di dunia ini seperti tukang parkir. Ia menjaga mobil yang cukup banyak,
kemudian si tukang parkir tersebut rela ketika satu persatu mobil tersebut
diambil kembali oleh si pemiliknya. Tukang parkir tidak keberatan karena memang
tertanam kuat dalam dirinya, bahwa mobil tersebut hanya titipan dan bukan
miliknya sama sekali.
Pada kalimat yang
kedua وله ما أعطى (milik Allah apa yang sudah diberikan) memberikan
pengingatan kepada manusia bahwa segala hal yang masih ada pada manusia dan
Allah belum mengambilnya, sungguh itu semua pun milik Allah. Kendaraan yang
masih bisa digunakan, rumah yang masih bisa ditinggali, serta anak dan istri
yang masih bersama, semua itu adalah milik Allah semata. Bahkan kalau manusia
merenungkan lebih jauh, ternyata diri mereka sendiri pun milik Allah. Hal ini
sejalan dengan awal kalimat Istirja’ yang berbunyi; “Inna Lillahi”
(sesungguhnya kami ini milik Allah semata). Manusia bukan pemilik hakiki hingga
dirinya sendiri sekaliipun. Kepemilikan manusia terbatas hanya dalam kontek
kehidupan dunia, adapun dalam kontek kehidupan yang sebenarnya, Dia lah Allah
pemiliknya.
Dalam dua kalimat
pertama doa saat ta’ziyah, ditekankan betapa pentingnya penanaman kesadaran
pada diri manusia bahwa Allah adalah Pemilik sejati dan manusia hanya
dipinjamkan sementara. Manusia hanya pemegang hak guna.
Pada kalimat yang
ketiga وكل شيء عنده بأجل مسمى (dan segala sesuatu di sisi Allah ada batas waktunya) memberikan nasehat
kepada manusia bahwa yang sedang dalam genggamannya pun (yang belum diambil
oleh Allah) memiliki batas waktu, sehingga suatu saat Allah akan mengambilnya.
Laksana makanan dan minuman yang memiliki masa kadaluarsa dalam konteks
kehidupan dunia. Kaitannya dengan kehidupan akhirat, maka kendaraan, rumah, dan
segala yang dimiliki setiap orang ada masa kadaluarsanya. Bahkan setiap manusia memiliki batas waktu
hidupnya di dunia. Tidak ada yang abadi selain Allah. Jika setiap orang
memahami batas waktu hidupnya, maka tentunya ia harus selalu siap setiap saat
untuk diambil oleh Pemiliknya. Ia tidak merasa keberatan atas itu semua. Justru
yang dipikirkan adalah persiapan apa yang dibutuhkan setelah masa hidupnya
selesai. Di titik inilah manusia sudah masuk dalam kategori “Orang yang cerdas”
sebagaimana dalam hadits Rasulullah yang
berbunyi:
الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت
Manusia tidak lagi
berdiskusi tentang adanya kematian, karena memang diri mereka pun milik Allah. Akan
tetapi yang perlu menjadi fokus perhatiannya adalah persiapan pasca kematian.
Islam telah memberikan penjelasan yang komprehensif bagaimana perjalanan
manusia setelah mereka mati.
Pada bagian akhir doa
tersebut Rasulullah mengajarkan bagaimana menyikapi setiap musibah yang
terjadi. Bunyi bagian akhir doa itu adalah kalimat فلتصبر ولتحتسب (maka
bersabar dan berharaplah hanya kepada Allah). Jika semua adalah milik Allah dan
semua ada batas waktunya, Rasulullah mengajarkan bahwa sikap terbaik manusia
adalah dengan bersabar dan tidak bersedih secara berlebihan. Semua yang kembali
kepada Allah karena memang batas waktunya sudah berakhir, masa kadaluarsanya
sudah tiba. Jika saatnya sudah tiba, maka tidak bisa dimajukan atau ditunda
sedikitpun. Bersabar menjadi jalan yang paling ideal yang dapat mengubah
musibah menjadi sesuatu yang baik bagi orang beriman.
Di samping bersabar,
Rasul meminta setiap yang terkena musibah agar hanya mengharap kepada Allah.
Sungguh Allah sudah menyiapkan ganjaran yang sangat besar ketika seseorang
bersabar dalam hidupnya. Allah bahkan menjanjika ganjaran yang tidak terhitung
jumlahnya. Allah sudah menyediakan ganjaran yang jauh lebih baik dari apa yang
sudah diambil dari diri manusia. Tidak ada yang sia-sia dari setiap ujian yang
Allah berikan. Selalu ada yang jauh lebih baik dari setiap kesulitan yang
manusia alami kemudian bersabar atasnya. Sesungguhnya orang-orang yang sabar
akan dipenuhi ganjarannya tanpa dihitung. Pahalanya digelontorkan oleh Allah
tanpa batas. Semoga Allah menganugerahkan kesabaran dalam setiap kesulitan yang
dihadapi dan menggantinya dengan yang jauh lebih baik!
No comments:
Post a Comment