Wednesday, October 11, 2017

Kita pun Milik Allah Apalagi yang Lain


Oleh: Dr. Abdul Ghoni,M.Hum.
Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah mengajarkan satu doa kepada putrinya yang hendak berta’ziyah. Doa tersebut berbunyi:


لله ما أخذ وله ما أعطى  وكل شيء عنده بأجل مسمى فلتصبر ولتحتسب
Sesungguhnya milik Allah apa yang sudah diambil, dan milik Allah juga apa yang masih diberikan. Segala sesuatu memiliki batas waktu di sisi Allah, maka bersabar dan berharaplah hanya kepada Allah

Ada satu komentar luar biasa dari Imam Nawawi dalam bukunya “Al-Azkar”,
bahwasanya dalam doa tersebut terkandung salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam Islam.  Hal tersebut mengisyaratkan kandungan doa yang sarat pesan dan makna sebagai pegangan hidup orang-orang yang beriman. Sekaligus hal itu menunjukkan bahwa doa bukan hanya kalimat-kalimat yang dibaca dalam bermunajat kepada Allah, akan tetapi juga pesan agar setiap Mu’min berusaha menyesuaikan diri dengan makna yang terkandung dalam doa. 

Dalam kalimat pertama لله ما أخذ   (milik Allah apa yang sudah diambil) mengandung pesan untuk manusia bahwa sesungguhnya sungguh apa yang sudah diambil adalah benar-benar milik Allah. Allah pemilik sebenarnya dan Allah berhak mengambilnya kembali setiap saat yang menjadi milik-Nya tanpa ada yang dapat menolak atau menghalanginya. Apapun yang hilang dari diri manusia, pada hakikatnya adalah karena Allah ingin mengambil hak miliknya. Manusia bukan pemilik sejati dari sesuatu yang sudah tiada. Sikap manusia tidak ada lain kecuali ridha atas kehendak Allah tersebut. AA Gym dalam taushiyahnya menganalogikan manusia yang hidup di dunia ini seperti tukang parkir. Ia menjaga mobil yang cukup banyak, kemudian si tukang parkir tersebut rela ketika satu persatu mobil tersebut diambil kembali oleh si pemiliknya. Tukang parkir tidak keberatan karena memang tertanam kuat dalam dirinya, bahwa mobil tersebut hanya titipan dan bukan miliknya sama sekali. 

Pada kalimat yang kedua وله ما أعطى      (milik Allah apa yang sudah diberikan) memberikan pengingatan kepada manusia bahwa segala hal yang masih ada pada manusia dan Allah belum mengambilnya, sungguh itu semua pun milik Allah. Kendaraan yang masih bisa digunakan, rumah yang masih bisa ditinggali, serta anak dan istri yang masih bersama, semua itu adalah milik Allah semata. Bahkan kalau manusia merenungkan lebih jauh, ternyata diri mereka sendiri pun milik Allah. Hal ini sejalan dengan awal kalimat Istirja’ yang berbunyi; “Inna Lillahi” (sesungguhnya kami ini milik Allah semata). Manusia bukan pemilik hakiki hingga dirinya sendiri sekaliipun. Kepemilikan manusia terbatas hanya dalam kontek kehidupan dunia, adapun dalam kontek kehidupan yang sebenarnya, Dia lah Allah pemiliknya.

Dalam dua kalimat pertama doa saat ta’ziyah, ditekankan betapa pentingnya penanaman kesadaran pada diri manusia bahwa Allah adalah Pemilik sejati dan manusia hanya dipinjamkan sementara. Manusia hanya pemegang hak guna. 

Pada kalimat yang ketiga  وكل شيء عنده بأجل مسمى (dan segala sesuatu di sisi Allah ada batas waktunya) memberikan nasehat kepada manusia bahwa yang sedang dalam genggamannya pun (yang belum diambil oleh Allah) memiliki batas waktu, sehingga suatu saat Allah akan mengambilnya. Laksana makanan dan minuman yang memiliki masa kadaluarsa dalam konteks kehidupan dunia. Kaitannya dengan kehidupan akhirat, maka kendaraan, rumah, dan segala yang dimiliki setiap orang ada masa kadaluarsanya.  Bahkan setiap manusia memiliki batas waktu hidupnya di dunia. Tidak ada yang abadi selain Allah. Jika setiap orang memahami batas waktu hidupnya, maka tentunya ia harus selalu siap setiap saat untuk diambil oleh Pemiliknya. Ia tidak merasa keberatan atas itu semua. Justru yang dipikirkan adalah persiapan apa yang dibutuhkan setelah masa hidupnya selesai. Di titik inilah manusia sudah masuk dalam kategori “Orang yang cerdas” sebagaimana dalam  hadits Rasulullah yang berbunyi:

الكيس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت
Manusia tidak lagi berdiskusi tentang adanya kematian, karena memang diri mereka pun milik Allah. Akan tetapi yang perlu menjadi fokus perhatiannya adalah persiapan pasca kematian. Islam telah memberikan penjelasan yang komprehensif bagaimana perjalanan manusia setelah mereka mati.

Pada bagian akhir doa tersebut Rasulullah mengajarkan bagaimana menyikapi setiap musibah yang terjadi. Bunyi bagian akhir doa itu adalah kalimat  فلتصبر ولتحتسب  (maka bersabar dan berharaplah hanya kepada Allah). Jika semua adalah milik Allah dan semua ada batas waktunya, Rasulullah mengajarkan bahwa sikap terbaik manusia adalah dengan bersabar dan tidak bersedih secara berlebihan. Semua yang kembali kepada Allah karena memang batas waktunya sudah berakhir, masa kadaluarsanya sudah tiba. Jika saatnya sudah tiba, maka tidak bisa dimajukan atau ditunda sedikitpun. Bersabar menjadi jalan yang paling ideal yang dapat mengubah musibah menjadi sesuatu yang baik bagi orang beriman. 

Di samping bersabar, Rasul meminta setiap yang terkena musibah agar hanya mengharap kepada Allah. Sungguh Allah sudah menyiapkan ganjaran yang sangat besar ketika seseorang bersabar dalam hidupnya. Allah bahkan menjanjika ganjaran yang tidak terhitung jumlahnya. Allah sudah menyediakan ganjaran yang jauh lebih baik dari apa yang sudah diambil dari diri manusia. Tidak ada yang sia-sia dari setiap ujian yang Allah berikan. Selalu ada yang jauh lebih baik dari setiap kesulitan yang manusia alami kemudian bersabar atasnya. Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dipenuhi ganjarannya tanpa dihitung. Pahalanya digelontorkan oleh Allah tanpa batas. Semoga Allah menganugerahkan kesabaran dalam setiap kesulitan yang dihadapi dan menggantinya dengan yang jauh lebih baik!

No comments:

Post a Comment