Abdul Majid Az-Zindany dalam bukunya “Al-Iman” menyebutkan ada tiga skala
prioritas ilmu yang harus dikuasai seseorang yang beriman kepada Allah. Skala
prioritas ini sangat penting mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Bukankah setiap orang memiliki waktu yang terbatas, dana yang terbatas, dan
energi yang terbatas? Segala keterbatasan tersebut hendaknya diiringi dengan kebijakan
manusia dalam menentukan skala prioritas termasuk dalam memilih ilmu yang harus
ia pelajari.
Prioritas pertama adalah ilmu bagaimana seseorang mengenal Allah SWT.
Pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap Muslim adalah apakah ia sudah
mengenal Allah? Ketundukan seseorang kepada Allah ditentukan oleh sejauh mana ia
mengenal Allah. Pengenalan terhadap Allah tidak hanya secara global, akan
tetapi ia mengenalnya secara rinci. Misalnya, ilmu tentang betapa kasih
sayangnya Allah kepada manusia. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
terbaik.
Sebagaimana disebutkan dalam surat at-Tin: 4, bahwa Allah menciptakan
manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Bentuk yang ada pada manusia saat
ini, itulah yang terbaik dan tidak ada bandingannya. Setiap ijtihad perubahan
yang dilakukan, pasti lebih buruk adanya. Kasih sayang Allah yang lain, bahwa
setiap makhluk Allah yang lain diciptakan demi kebutuhan dan kemaslahatan hidup
manusia. Allah sudah menyiapkan berbagai anugerah-Nya dari manusia pertama
sampai manusia yang terakhir. Meskipun umat Nabi Muhammad adalah umat terakhir,
akan tetapi mereka tetap kebagian rezeki. Masih ada begitu banyak ilmu yang
membawa setiap orang untuk mengenal Allah SWT baik melalui ayat Qauliyah maupun
ayat Kauniyah.
Prioritas kedua adalah ilmu mengenal Rasul Allah. Sebagai umat
Nabi Muhammad SAW, maka sudah seyogyanya sangat mengenal Rasulullah sebagai
figur teladan yang sudah dijamin kebenarannya. Rasul, manusia yang lisannya
dibimbing oleh wahyu Allah. Rasul, yang dipuji oleh Allah segala tindak-tanduk
dan akhlaknya. Sesuatu yang ironi ketika seorang Muslim mengenal biografi
seseorang dengan baik, tetapi tidak kenal siapa Rasulullah. Mengenal Rasulullah
sejak kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga beliau mendapatkan amanah risalah,
harus menjadi pengetahuan biografi terbaik bagi setiap Muslim. Rasul adalah
figur teladan yang kebenarannya dijamin oleh Allah, sebagaimana disebutkan
dalam surat al-Ahzab: 21.
Prioritas ketiga adalah ilmu manusia untuk mengenal dirinya sendiri.
Manusia perlu memahami betul dari mana ia berasal, di mana sekarang ia berada,
dan kemana ia kelak akan berjalan. Manusia perlu memahami asal-usulnya dan
bagaimana proses penciptaan dirinya sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an
Manusia juga harus mengetahui di mana ia berada saat ini. Kehidupan
manusia selama 60 atau 70 tahun di dunia ternyata hanya sebagian kecil dari
perjalanan panjang yang akan dijalani. Sebut saja alam qubur yang dijalani
hingga hari kebangkitan, ternyata fasenya berlipat-lipat jauh lebih lama. Para
sahabat Rasulullah berarti sudah menjalani kehidupan alam qubur selama kurang
lebih 1400 tahun lamanya. Bagaimana dengan manusia zaman Nabi Adam seperti
Qabil dan Habil, berarti sudah lebih
dari ratusan ribu tahun lamanya menjalani alam qubur. Kehidupan dunia jika
dibandingkan dengan alam qubur saja tidak seberapa, apalagi dibandingkan dengan
perjalanan panjang berikutnya. Maka sangat tidak logis dalam kehidupan yang
singkat ini, manusia menghalalkan segala cara demi memuaskan keinginan dan
dorongan hawa nafsunya dengan resiko mengorbankan kehidupan yang jauh-jauh
lebih panjang lagi. Sebaliknya, sangat logis jika manusia sangat berhati-hati
menjalani kehidupan yang 60-70 tahun ini dengan memastikan kehalalan rezekinya,
memohon ampunan atas segala kesalahannya, meminta maaf atas setiap kezhaliman
yang ia lakukan sesama manusia, bahkan ia berusaha melakukan hal-hal yang besar
untuk umat manusia, hingga ia mendapatkan kehidupan yang penuh kebahagiaan pada
fase-fase berikutnya.
Dalam menjalani kehidupan yang riil, seseorang yang mengenal betapa agung
dan kasih sayangnya Allah akan merasa malu jika di dalam dirinya masih
terbersit sifat-sifat kekufuran dan kesombongan. Nikmat apa yang hendak
didustakan, jika sedikit saja nikmat yang diambil, manusia tidak dapat
melakukan aktivitasnya. Apa yang hendak disombongkan, jika ternyata manusia
bukanlah pemilik sebenarnya atas semua yang ada dalam genggaman. Salah satu
yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa manusia tidak dapat menolak sedikitpun,
jika dalam sekejap semua yang ada dalam genggamannya diambil kembali oleh Allah
sebagai Pemilik Sejati. Tidak ada yang bisa menolak dan mengatakan “tidak” jika
tiba-tiba di pagi hari saat ia terbangun, apa yang kemarin menjadi miliknya
tiba-tiba menghilang. Lebih dari itu, manusia pun bukanlah pemilik atas dirinya
sendiri, apalagi sesuatu yang ada di luar dirinya.
Jika seseorang mengenal biografi Rasulullah secara rinci maka ia akan
mencintai dan mengidolakannya. Ia akan selalu berkaca kepada apa yang dilakukan
Rasul ketika ia hendak melakukan sesuatu. Salah satu contohnya adalah bahwa sejak
sebelum menjadi Rasul, beliau sudah terkenal dengan kejujurannya. Di usia yang
masih sangat belia, 20 tahun, beliau sudah dilibatkan dalam sebuah musyawarah
besar Bangsa Quraisy yang disebut dengan peristiwa Hilf al-Fudhul. Dalam
istilah sekarang, sejak remaja dan muda, Rasulullah adalah seorang altruis.
Sosok manusia altruis adalah seseorang yang sudah terkenal dengan kebaikan dan
kebenarannya. Tipe orang seperti inilah yang menurut Plato dalam bukunya
“Republic” sebagai seseorang yang layak menjadi pemimpin sejati umat manusia.
Berikutnya bagaimana Rasul dengan penuh kesabaran memikul tanggungjawab risalah
dari seorang diri kemudian satu-persatu mendatangi objek dakwahnya. Suri
tauladan yang baik, akhlak beliau yang agung, dan kelapangan jiwa yang beliau
miliki, kesemua itu sungguh melampaui segala kebaikan pada masanya. Fitrah
manusia yang universal akan tersentuh dengan seluruh rangkaian cerita hidup
Rasulullah.
Tidak terbayangkan saat keluar rumah, seseorang kehilangan arah dan
tujuan kemana ia berjalan! Dalam sekejap ia akan dilanda oleh kebingungan
tingkat tinggi. Pikirannya tidak lagi jernih. Berbagai persoalan akan mengemuka
saat itu. Pada akhirnya ia terpaku berdiam diri tidak dapat melangkahkan
kakinya.Dalam hitungan menit dan jam saja, seseorang akan mengalami kegalauan
yang luar biasa ketika ia tidak tahu kemana ia akan berjalan. Bagaimana dengan
seseorang yang menjalani hidup berpuluh-puluh tahun, ketika ia tidak tahu di
mana ia sekarang, kemana ia akan berjalan, dan apa tujuan akhir yang hendak
dicapai dalam perjalanan panjang ini. itulah mengapa manusia perlu mengenal
dirinya sendiri dan apa yang harus mereka perankan selama dalam perjalanan.
Pengenalan terhadap Allah, Rasulullah dan pengenalan manusia terhadap
dirinya sendiri menjadi bekalan ilmu prioritas demi mencapai kesuksesan sejati
di dunia saat ini, dan di akhirat nanti. Yuk perdalam ketiga ilmu tersebut dari
waktu ke waktu….
No comments:
Post a Comment