Thursday, October 12, 2017

Penyeru Keburukan akan Cuci Tangan



Oleh: Dr. Abdul Ghoni,M.Hum.
 
Belakangan di negeri ini hampir setiap bulan selalu ada penangkapan terhadap para koruptor melalui OTT oleh pihak KPK. Maraknya tindakan korupsi menunjukkan bahwa para pelaku semakin berani melakukannya tanpa rasa malu sedikitpun. Di antara pemicu hilangnya rasa malu dalam perilaku korupsi tersebut adalah kesempatan untuk melakukannya secara kolektif.  Tentu saja setiap tindakan korupsi selalu ada yang menjadi inisiator dan ada pula yang menjadi pelaku korupsi di lapangan.


Satu hal yang menarik adalah fenomena setelah sebagian koruptor tertangkap tangan. Pada saat itu para pelaku korupsi seolah saling tidak mengenal satu sama lain, kalaupun saling mengenali, mereka akan saling menjatuhkan satu sama lain. Padahal sebelumnya mereka melakukan keburukan tersebut secara bersama. Bahkan mungkin inisiator dari tindakan korupsi tersebut tidak tersentuh, sementara koruptor yang ikut-ikutan dengan keluguannya menjadi pihak yang dikorbankan.  Para inisiator cenderung cuci tangan atau berlepas diri dari tindak korupsi yang mereka inisiasi sendiri. Begitu pula dengan tindakan keburukan lain yang dilakukan secara bersama-sama.

Gambaran di atas adalah fenomena sosial dari sekolompok orang yang melakukan keburukan. Pada awalnya mereka bahu-membahu dan saling mendukung, kemudian mereka saling berlepas diri setelah tindakan keburukannya tersebut memgalami kegagalan.

Fenomena yang sama akan kembali terjadi di akhirat nanti. Allah SWT menjelaskan secara gamblang dalam surat al-Baqarah: 166.

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ

“Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.

Ayat di atas menjelaskan bahwa para pemimpin jalan keburukan mereka akan berlepas diri dan tidak bertanggung jawab atas apa yang menimpa orang-orang yang mengikutinya, di mana pada saat itu sudah nampak di hadapan mereka konsekuensi dari keburukan yang mereka lakukan di dunia. Allah juga menggambarkan betapa hubungan baik dan rasa cinta sesama mereka terputus dalam sekejap, sehingga satu sama lain berusaha untuk tidak saling kenal. 

وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ

Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.

Pada ayat berikutnya di atas, Allah menggambarkan betapa mereka yang ikut-ikutan dalam keburukan sangat kecewa dan menyesali mengapa mereka mengikuti orang-orang yang berbuat tidak baik. Penyesalan tersebut tergambar dari harapan utopis mereka seandainya bisa kembali hidup di dunia dan mereka berjanji tidak akan mengikuti orang-orang yang mengajak kepada keburukan. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan saat itu tiada lagi berguna dan Allah tidak mengeluarkan orang-orang yang melakukan keburukan dari azab-Nya.

Allah menggambarkan lebih lanjut tentang perilaku syetan sebagai sumber utama yang mendorong manusia melakukan keburukan. Syetan dengan berbagai rayuan gombalnya dan bujukan manisnya, pada akhirnya akan berlepas diri setelah berhasil menyesatkan dan menjerumuskan manusia. Hal tersebut dijelaskan dalam surat al-Hasyr ayat 16 berikut ini:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam".

Kisah Nabi Adam yang termakan rayuan syetan hingga melanggar aturan Allah menjadi salah satu fakta yang harus menjadi ibrah bagi seluruh umat manusia. Semua itu diawali dari janji gombal yang diobral syetan bahwa justru dengan melanggar aturan Allah, Nabi Adam akan mendapatkan kenikmatan yang abadi. Namun setelah semua itu terjadi, syetan tanpa merasa bersalah membiarkan Nabi Adam menanggung resiko atas perbuatannya. Bahkan setelah itu, syetan semakin kuat dengan janjinya untuk menjerumuskan manusia sebanyak-banyaknya.

Oleh karena itu dalam kehidupan yang hanya sesaat ini, setiap orang harus memiliki kewaspadaan tingkat tinggi terhadap ajakan dan rayuan orang lain. Hal yang harus clear sebelum mengikuti satu ajakan adalah dengan memastikan bahwa hal tersebut benar adanya sesuai dengan aturan dalam Islam. Sesuatu yang menarik dan manis di awal bukan ukuran untuk mengikuti ajakan orang lain. Sesuatu yang sudah pasti adalah bahwa setiap penyeru keburukan akan berlepas diri dan tidak bertangung jawab atas segala resiko yang dihadapi oleh para pengikutnya. Hal ini akan menjadi fenomena baik dalam kehidupan dunia maupun nanti saat seluruh umat manusia menjalani kehidupan akhirat. Berlepas dirilah saat ini dari segala bujukan dan rayuan orang-orang yang buruk, jika tidak maka mereka akan cuci tangan dan berlepas diri dari semua yang mengikutinya kelak di akhirat. Semoga Allah melindungi kita semua dari segala janji manis dan rayuan gombal orang-orang yang tidak baik…

No comments:

Post a Comment