Oleh: Dr. Abdul Ghoni,M.Hum.
Belakangan di
negeri ini hampir setiap bulan selalu ada penangkapan terhadap para koruptor
melalui OTT oleh pihak KPK. Maraknya tindakan korupsi menunjukkan bahwa para
pelaku semakin berani melakukannya tanpa rasa malu sedikitpun. Di antara pemicu
hilangnya rasa malu dalam perilaku korupsi tersebut adalah kesempatan untuk
melakukannya secara kolektif. Tentu saja
setiap tindakan korupsi selalu ada yang menjadi inisiator dan ada pula yang menjadi
pelaku korupsi di lapangan.
Satu hal yang
menarik adalah fenomena setelah sebagian koruptor tertangkap tangan. Pada saat
itu para pelaku korupsi seolah saling tidak mengenal satu sama lain, kalaupun
saling mengenali, mereka akan saling menjatuhkan satu sama lain. Padahal
sebelumnya mereka melakukan keburukan tersebut secara bersama. Bahkan mungkin
inisiator dari tindakan korupsi tersebut tidak tersentuh, sementara koruptor
yang ikut-ikutan dengan keluguannya menjadi pihak yang dikorbankan. Para inisiator cenderung cuci tangan atau
berlepas diri dari tindak korupsi yang mereka inisiasi sendiri. Begitu pula
dengan tindakan keburukan lain yang dilakukan secara bersama-sama.
Gambaran di
atas adalah fenomena sosial dari sekolompok orang yang melakukan keburukan.
Pada awalnya mereka bahu-membahu dan saling mendukung, kemudian mereka saling
berlepas diri setelah tindakan keburukannya tersebut memgalami kegagalan.
Fenomena yang
sama akan kembali terjadi di akhirat nanti. Allah SWT menjelaskan secara
gamblang dalam surat al-Baqarah: 166.
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا
وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ
“Ketika orang-orang yang
diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka
melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa para pemimpin jalan keburukan mereka akan
berlepas diri dan tidak bertanggung jawab atas apa yang menimpa orang-orang
yang mengikutinya, di mana pada saat itu sudah nampak di hadapan mereka
konsekuensi dari keburukan yang mereka lakukan di dunia. Allah juga
menggambarkan betapa hubungan baik dan rasa cinta sesama mereka terputus dalam
sekejap, sehingga satu sama lain berusaha untuk tidak saling kenal.
وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ
مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ
حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat
kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana
mereka berlepas diri dari kami". Demikianlah Allah memperlihatkan kepada
mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka
tidak akan keluar dari api neraka.”
Pada ayat berikutnya
di atas, Allah menggambarkan betapa mereka yang ikut-ikutan dalam keburukan sangat
kecewa dan menyesali mengapa mereka mengikuti orang-orang yang berbuat tidak
baik. Penyesalan tersebut tergambar dari harapan utopis mereka seandainya bisa
kembali hidup di dunia dan mereka berjanji tidak akan mengikuti orang-orang
yang mengajak kepada keburukan. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan saat itu
tiada lagi berguna dan Allah tidak mengeluarkan orang-orang yang melakukan
keburukan dari azab-Nya.
Allah menggambarkan
lebih lanjut tentang perilaku syetan sebagai sumber utama yang mendorong
manusia melakukan keburukan. Syetan dengan berbagai rayuan gombalnya dan
bujukan manisnya, pada akhirnya akan berlepas diri setelah berhasil menyesatkan
dan menjerumuskan manusia. Hal tersebut dijelaskan dalam surat al-Hasyr ayat 16
berikut ini:
كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا
كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
(Bujukan orang-orang munafik itu
adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia:
"Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia
berkata: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya
aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam".
Kisah Nabi Adam yang termakan rayuan syetan hingga melanggar aturan
Allah menjadi salah satu fakta yang harus menjadi ibrah bagi seluruh
umat manusia. Semua itu diawali dari janji gombal yang diobral syetan bahwa
justru dengan melanggar aturan Allah, Nabi Adam akan mendapatkan kenikmatan
yang abadi. Namun setelah semua itu terjadi, syetan tanpa merasa bersalah
membiarkan Nabi Adam menanggung resiko atas perbuatannya. Bahkan setelah itu,
syetan semakin kuat dengan janjinya untuk menjerumuskan manusia
sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu dalam kehidupan yang hanya sesaat ini, setiap orang
harus memiliki kewaspadaan tingkat tinggi terhadap ajakan dan rayuan orang
lain. Hal yang harus clear sebelum mengikuti satu ajakan adalah dengan
memastikan bahwa hal tersebut benar adanya sesuai dengan aturan dalam Islam. Sesuatu
yang menarik dan manis di awal bukan ukuran untuk mengikuti ajakan orang lain.
Sesuatu yang sudah pasti adalah bahwa setiap penyeru keburukan akan berlepas
diri dan tidak bertangung jawab atas segala resiko yang dihadapi oleh para
pengikutnya. Hal ini akan menjadi fenomena baik dalam kehidupan dunia maupun
nanti saat seluruh umat manusia menjalani kehidupan akhirat. Berlepas dirilah
saat ini dari segala bujukan dan rayuan orang-orang yang buruk, jika tidak maka
mereka akan cuci tangan dan berlepas diri dari semua yang mengikutinya kelak di
akhirat. Semoga Allah melindungi kita semua dari segala janji manis dan rayuan
gombal orang-orang yang tidak baik…
No comments:
Post a Comment