Pada satu hari penulis memesan nasi box kepada pelayan laki-laki di sebuah
rumah makan untuk diantar pada hari Jum’at. Penulis meminta agar diantar
sekitar jam 11 sehingga setelah shalat Jum’at bisa langsung dikonsumsi. Tetapi
dari pelayannya menyampaikan bahwa ia tidak bisa mengantarkan pada jam itu,
karena biasanya rumah makan sedang ramai pengunjung.
Pesanan bisa diantar sekitar jam 12-an atau saat pelaksanaan shalat Jum’at. Penulis bertanya lagi apakah pelayan tersebut tidak melaksanakan shalat Jum’at. Pelayan menjelaskan bahwa ia tidak bisa melaksanakan shalat Jum’at karena pemilik rumah makan melarangnya. Satu hal yang penulis sedih bahwa rumah makan tersebut biasanya dimiliki seorang Muslim. Sambil mengerutkan dahi penulis pun kembali ke rumah.Cerita di atas representasi fragmen kecil dari kehidupan seorang Muslim yang sulit menyempurnakan ibadahnya di negeri yang mayoritas beragama Islam.
Pesanan bisa diantar sekitar jam 12-an atau saat pelaksanaan shalat Jum’at. Penulis bertanya lagi apakah pelayan tersebut tidak melaksanakan shalat Jum’at. Pelayan menjelaskan bahwa ia tidak bisa melaksanakan shalat Jum’at karena pemilik rumah makan melarangnya. Satu hal yang penulis sedih bahwa rumah makan tersebut biasanya dimiliki seorang Muslim. Sambil mengerutkan dahi penulis pun kembali ke rumah.Cerita di atas representasi fragmen kecil dari kehidupan seorang Muslim yang sulit menyempurnakan ibadahnya di negeri yang mayoritas beragama Islam.
Iman dan Islam yang ada dalam diri kita kadangkala membutuhkan pengorbanan
untuk membuktikan kualitasnya. Hal tersebut disadari oleh seorang Muslim. Akan
tetapi dalam penerapannya kadangkala ada keraguan dan keberatan. Ketika
seseorang mengorbankan sesuatu, sekilas ada sesuatu yang hilang dari dirinya sehingga
dapat menghalangi langkahnya untuk berkorban. Salah satu contohnya adalah
ketika seseorang bekerja di tempat yang membuat ia sulit untuk menerapkan
hal-hal yang wajib dari agamanya, maka keluar dari tempatnya bekerja merupakan
bagian dari pengorbanan yang perlu dilakukan. Namun kekhawatiran akan adanya
tempat bekerja yang baru dan kewajiban memberikan nafkah keluarga menghalangi
keberanian untuk berkorban.
Bagi seorang Muslim sejati, tidak perlu khawatir dan ragu untuk berkorban
demi ketaatan kepada Allah. Setiap langkah kebaikan yang di dalamnya ada
pengorbanan akan selalu Allah ganti dengan yang lebih baik. Dalam hadits
riwayat Imam Ahmad, Nabi SAW bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ
اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika
engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti
padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363)
Dalam redaksi yang berbeda dalam riwayat Imam Abu Nu’aim, Nabi SAW
bersabda:
ما ترك عبد شيئاً لله لا يتركه إلا له عوض الله منه ما هو خير له في
دينه ودنياه
Tidaklah seorang
hamba meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Allah ganti baginya dengan yang
lebih baik dalam perkara agama dan dunianya
Hadits Nabi SAW di atas menjadi jaminan agar seorang Muslim tidak memiliki
kekhawatiran ketika Iman dan Islam membutuhkan bahkan menuntut adanya
pengorbanan. Ketika penduduk kota Mekkah mengorbankan tanah, rumah, dan
sebagian besar hartanya saat hijrah, maka kemudian Allah menggantinya dengan
nikmat yang jauh lebih baik berupa persaudaraan dengan kaum Anshar yang
didasari oleh cinta. Ketika Nabi Sulaiman menyembelih unta yang membuat
ibadahnya kepada Allah terganggu, Allah ganti dengan mu’jizat ketika arah angin
dapat dikendalikan sesuai keinginannya. Jika seorang pencuri mau bersabar untuk
tidak mengambil harta curian, niscaya Allah ganti dengan harta yang lebih baik
dari yang dicuri. Jika saja para koruptor mau menahan diri untuk tidak korupsi
maka Allah akan berikan uang yang lebih baik dari harta hasil korupsinya.
Kejahatan hanya dilakukan oleh orang yang lemah imannya. Kemaksiatan hanya
dilakukan oleh orang yang Islamnya tidak sempurna. Seorang Muslim yang
meninggalkan keharaman akan selalu mendapatkan yang lebih baik dari perbuatan
haram yang mereka yang melakukan. Seorang pencari rezeki yang halal akan selalu
mendapatkan yang lebih baik dari orang yang menghalalkan segala cara dalam
mendapatkan rezeki. Seorang Muslimah yang menjaga dirinya akan selalu
mendapatkan yang lebih baik dari pada seorang perempuan yang tidak menjaga
dirinya. Semua nikmat yang lebih baik itu akan datang dari kisah-kisah pahit
pengorbanan yang seseorang lakukan sebelumnya. Nikmat-nikmat itu datang dari
Allah tetapi kadang disebut oleh manusia sebagai “kebetulan”, padahal itu sesungguhnya
adalah nikmat tak terduga yang Allah anugerahkan.
Oleh karena itu, setiap Muslim perlu semakin menguatkan tauhidnya, bahwa
hanya Allah yang memberi rezeki. Jika Allah sudah menghalangi, maka tidak ada
satupun yang dapat memberi rezeki. Sebaliknya, jika Allah sudah ingin memberi
rezeki, maka tak satupun orang yang dapat menghalanginya. Kita harus yakin
secara mutlak bahwa Allah yang menghendaki setiap kejadian. Tidak akan terjadi
satu musibah pada diri kita kecuali memang begitulah kehendak Allah.
Tidak akan terjadi sesuatu yang membahagiakan pada diri seseorang kecuali
memang begitulah kehendak Allah. Hanya Allah yang mendatangkan kemasalahatan
dan kesempitan dalam hidup kita.
Jika demikian adanya, kekhawatiran terhadap kejadian setelah seseorang melakukan
pengorbanan adalah kekhawatiran yang salah sasaran. Seharusnya rasa takut
hanya kepada Allah yang menjadi sumber segalanya. Hanya Allah yang dapat
memberi atau menahan sesuatu. Semakin seseorang tunduk kepada Allah maka hal
itu akan menjadi jalan pemberian-Nya yang tidak akan pernah habis. Semakin
seseorang tunduk kepada selain Allah makan akan menjadi jalan tertahannya
segala anugerah.
Oleh karena itu pada saat melangkah harus terus memohon pertolongan Allah
agar gundukan kekhawatiran dalam hati \saat berkorban, segera sirna dan
digantikan dengan pintu hikmah yang membawanya pada keyakinan bahwa selalu ada
yang lebih baik di balik pengorbanan.
DR. Abdul Ghoni, M.Hum.
DR. Abdul Ghoni, M.Hum.
No comments:
Post a Comment