Monday, February 13, 2017

Selalu Ada yang Lebih Baik di balik Pengorbanan




Pada satu hari penulis memesan nasi box kepada pelayan laki-laki di sebuah rumah makan untuk diantar pada hari Jum’at. Penulis meminta agar diantar sekitar jam 11 sehingga setelah shalat Jum’at bisa langsung dikonsumsi. Tetapi dari pelayannya menyampaikan bahwa ia tidak bisa mengantarkan pada jam itu, karena biasanya rumah makan sedang ramai pengunjung.
Pesanan bisa diantar sekitar jam 12-an atau saat pelaksanaan shalat Jum’at. Penulis bertanya lagi apakah pelayan tersebut tidak melaksanakan shalat Jum’at. Pelayan menjelaskan bahwa ia tidak bisa melaksanakan shalat Jum’at karena pemilik rumah makan melarangnya. Satu hal yang penulis sedih bahwa rumah makan tersebut biasanya dimiliki seorang Muslim. Sambil mengerutkan dahi penulis pun kembali ke rumah.Cerita di atas representasi fragmen kecil dari kehidupan seorang Muslim yang sulit menyempurnakan ibadahnya di negeri yang mayoritas beragama Islam. 

Iman dan Islam yang ada dalam diri kita kadangkala membutuhkan pengorbanan untuk membuktikan kualitasnya. Hal tersebut disadari oleh seorang Muslim. Akan tetapi dalam penerapannya kadangkala ada keraguan dan keberatan. Ketika seseorang mengorbankan sesuatu, sekilas ada sesuatu yang hilang dari dirinya sehingga dapat menghalangi langkahnya untuk berkorban. Salah satu contohnya adalah ketika seseorang bekerja di tempat yang membuat ia sulit untuk menerapkan hal-hal yang wajib dari agamanya, maka keluar dari tempatnya bekerja merupakan bagian dari pengorbanan yang perlu dilakukan. Namun kekhawatiran akan adanya tempat bekerja yang baru dan kewajiban memberikan nafkah keluarga menghalangi keberanian untuk berkorban.

Bagi seorang Muslim sejati, tidak perlu khawatir dan ragu untuk berkorban demi ketaatan kepada Allah. Setiap langkah kebaikan yang di dalamnya ada pengorbanan akan selalu Allah ganti dengan yang lebih baik. Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Nabi SAW bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363)

Dalam redaksi yang berbeda dalam riwayat Imam Abu Nu’aim, Nabi SAW bersabda:

ما ترك عبد شيئاً لله لا يتركه إلا له عوض الله منه ما هو خير له في دينه ودنياه
Tidaklah seorang hamba meninggalkan sesuatu karena Allah kecuali Allah ganti baginya dengan yang lebih baik dalam perkara agama dan dunianya

Hadits Nabi SAW di atas menjadi jaminan agar seorang Muslim tidak memiliki kekhawatiran ketika Iman dan Islam membutuhkan bahkan menuntut adanya pengorbanan. Ketika penduduk kota Mekkah mengorbankan tanah, rumah, dan sebagian besar hartanya saat hijrah, maka kemudian Allah menggantinya dengan nikmat yang jauh lebih baik berupa persaudaraan dengan kaum Anshar yang didasari oleh cinta. Ketika Nabi Sulaiman menyembelih unta yang membuat ibadahnya kepada Allah terganggu, Allah ganti dengan mu’jizat ketika arah angin dapat dikendalikan sesuai keinginannya. Jika seorang pencuri mau bersabar untuk tidak mengambil harta curian, niscaya Allah ganti dengan harta yang lebih baik dari yang dicuri. Jika saja para koruptor mau menahan diri untuk tidak korupsi maka Allah akan berikan uang yang lebih baik dari harta hasil korupsinya. 

Kejahatan hanya dilakukan oleh orang yang lemah imannya. Kemaksiatan hanya dilakukan oleh orang yang Islamnya tidak sempurna. Seorang Muslim yang meninggalkan keharaman akan selalu mendapatkan yang lebih baik dari perbuatan haram yang mereka yang melakukan. Seorang pencari rezeki yang halal akan selalu mendapatkan yang lebih baik dari orang yang menghalalkan segala cara dalam mendapatkan rezeki. Seorang Muslimah yang menjaga dirinya akan selalu mendapatkan yang lebih baik dari pada seorang perempuan yang tidak menjaga dirinya. Semua nikmat yang lebih baik itu akan datang dari kisah-kisah pahit pengorbanan yang seseorang lakukan sebelumnya. Nikmat-nikmat itu datang dari Allah tetapi kadang disebut oleh manusia sebagai “kebetulan”, padahal itu sesungguhnya adalah nikmat tak terduga yang Allah anugerahkan.

Oleh karena itu, setiap Muslim perlu semakin menguatkan tauhidnya, bahwa hanya Allah yang memberi rezeki. Jika Allah sudah menghalangi, maka tidak ada satupun yang dapat memberi rezeki. Sebaliknya, jika Allah sudah ingin memberi rezeki, maka tak satupun orang yang dapat menghalanginya. Kita harus yakin secara mutlak bahwa Allah yang menghendaki setiap kejadian. Tidak akan terjadi satu musibah pada diri kita kecuali memang begitulah kehendak  Allah.  Tidak akan terjadi sesuatu yang membahagiakan pada diri seseorang kecuali memang begitulah kehendak Allah. Hanya Allah yang mendatangkan kemasalahatan dan kesempitan dalam hidup kita.

Jika demikian adanya, kekhawatiran terhadap kejadian setelah seseorang melakukan pengorbanan  adalah kekhawatiran yang salah sasaran. Seharusnya rasa takut hanya kepada Allah yang menjadi sumber segalanya. Hanya Allah yang dapat memberi atau menahan sesuatu. Semakin seseorang tunduk kepada Allah maka hal itu akan menjadi jalan pemberian-Nya yang tidak akan pernah habis. Semakin seseorang tunduk kepada selain Allah makan akan menjadi jalan tertahannya segala anugerah.



Oleh karena itu pada saat melangkah harus terus memohon pertolongan Allah agar gundukan kekhawatiran dalam hati \saat berkorban, segera sirna dan digantikan dengan pintu hikmah yang membawanya pada keyakinan bahwa selalu ada yang lebih baik di balik pengorbanan.

DR. Abdul Ghoni, M.Hum.

No comments:

Post a Comment