Salah satu pesan yang disampaikan Rasulullah kepada umatnya adalah untuk
memperbanyak mengingat kematian. Ada yang mengatakan bahwa kematian adalah awal
mula kehidupan yang sebenarnya dimulai. Kematian selalu datang dan diiringi
dengan penyesalan. Orang yang mengisi kehidupannya dengan banyak berbuat
maksiat kepada Alloh, maka ia akan merasakan penyesalan yang tiada tara.
Orang yang baik sekalipun pun akan menyesal mengapa hanya sebatas itu kebaikan yang ia bisa lakukan, padahal kesempatan untuk melakukan kebaikan yang lebih besar terbuka lebar dalam hidupnya. Hal tersebut diisyaratkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi;
Orang yang baik sekalipun pun akan menyesal mengapa hanya sebatas itu kebaikan yang ia bisa lakukan, padahal kesempatan untuk melakukan kebaikan yang lebih besar terbuka lebar dalam hidupnya. Hal tersebut diisyaratkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi;
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ
أَحَدٍ يَمُوتُ إِلَّا نَدِمَ قَالُوا وَمَا نَدَامَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا نَدِمَ أَنْ لَا يَكُونَ ازْدَادَ
وَإِنْ كَانَ مُسِيئًا نَدِمَ أَنْ لَا يَكُونَ نَزَعَ.
Rasulullah bersabda: “Tidak ada seorangpun yang meninggal dunia kecuali
dia merasa menyesal.” Para sahahat bertanya: “apa penyesalannya wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Jika orang baik dia menyesal kenapa tidak
menambah (kebaikannya) dan jika orang jahat dia menyesal kenapa tidak
melepaskan (kejahatannya).”
Ketika Rasulullah memerintahkan kepada kita untuk memperbanyak mengingat
kematian, sebenarnya secara tersirat Allah sudah menyiapkan media agar setiap
manusia mengingat kematian dalam kesehariannya. Media mengingat kematian yang
Allah siapkan tersebut adalah aktivitas tidur, kegiatan sehari-hari yang
mengiringi seluruh rangkaian perjalanan hidup manusia. Mari kita perhatikan
firman Alloh SWT berikut ini:
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ
فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ
الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Allah mewafatkan jiwa (orang) pada saat kematiannya tiba
dan (memegang) jiwa (orang) yang belum matidi waktu
tidurnya;
maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya
dan Dia melepaskan jiwa yang lain (mengembalikan jiwa ke
jasad)
sampai waktu yang ditentukan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Az-Zumar:
42).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menggunakan kata kerja yang sama
yakni; “yatawaffa” antara orang yang mati dan tidur. Perbedaan antara
keduanya adalah pada apa yang Allah lakukan setelah “yatawaffa”; bagi
orang yang sudah saat ajalnya tiba, maka Allah menahan atau menggenggam jiwa
atau ruhnya dan tidak mengembalikannya kembali ke dalam jasad. Sementara bagi
orang yang tidur, Allah mengembalikan ruh tersebut ke dalam jasad setelah
diwafatkannya. Dengan demikian sebenarnya dalam keseharian, aktivitas kita
berisi tidur dan bangun, yang dalam bahasa al-Qur’an adalah aktivitas mati dan
aktivitas hidup yang berlangsung terus-menerus, hingga saatnya Allah mematikan
kita tanpa menghidupkannya kembali dengan menahan ruh yang sudah diwafatkan.
Ayat Kauniyah tidur yang berisi pesan kematian juga sejalan dengan doa
yang Rasulullah ajarkan pada saat kita hendak tidur, sebagaimana tercantum
dalam hadits Muslim berikut ini:
عن البراء رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه واله وسلم
كان إذا أخذ مضجعه
قالاللهم باسمك أحيا وباسمك أموت
Dari sahabat al-Barra’ bahwasanya Rasulullah jika hendak
tidur beliau berdoa
“Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu ya
Allah aku mati”.
Mari kita perhatikan redaksi doa di atas, yang ternyata tidak menggunakan
bahasa “Dengan nama-Mu ya Allah aku bangun dan aku tidur”, akan tetapi redaksi
yang digunakan adalah “ahya” yang berarti; aku hidup dan “amutu” yang berarti;
aku mati. Jika setiap mereka yang berdoa saat hendak tidur dan memahami
maknanya, maka sesungguhnya aktivitas menjelang tidur yang ia akan lakukan
adalah aktivitas “aku mati” dalam redaksi doa Rasulullah. Inilah pesan
yang luar biasa, bahwasanya setiap kita hendak tidur, Allah memberikan pesan
kepada kita akan datangnya kematian, jika ruh yang diwafatkan tidak
dikembalikan lagi ke dalam jasad.
Pesan kedekatan kematian dengan aktivitas tidur yang kita jalani setiap
hari juga tersirat dalam doa yang Rasulullah ajarkan ketika seorang Muslim
bangun dari tidurnya. Doa tersebut tercantum hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استيقظ قال الحمد لله الذي
أحيانا بعدما أماتنا وإليه النشور رواه البخاري
Rasulullah ketika bangun dari
tidurnya mengucapkan
“segala puji bagi Allah yang sudah menghidupkan kami
kembali setelah mematikan kami dan kepada-Nya semua akan kembali”.
Mari kita renungkan redaksi doa bangun tidur yang diajarkan Rasululllah
yang ternyata tidak menggunakan ungkapan doa “aku bersyukur bahwa Allah yang
telah membangunkan kami kembali setelah kami tidur, akan tetapi redaksi yang
digunakan adalah bersyukur kepada Allah yang telah menghidupkan (ahyaanaa)
kembali setelah mematikan (amaatanaa), dan akan ada saatnya semua manusia
mengalami kematian sebenarnya dan kembali kepada Allah.
Begitulah sebenarnya kematian yang ternyata begitu dekat dengan perjalanan
harian hidup manusia. Secara garis besar, kehidupan manusia di dunia hanya
berisi 2 aktivitas utama yaitu; aktivitas tidur dan aktivitas bangun. Ternyata
kedua aktivitas tersebut dalam paradigma ayat al-Qur’an dan doa yang diajarkan
Rasulullah adalah aktivitas mati dan aktivitas hidup. Maka sesungguhnya setiap
hari, manusia berada pada pusaran kehidupan dan kematian terus-menerus hingga
pada saatnya ada kematian hakiki yang mendatanginya. Tidur yang sehari-hari
kita jalankan adalah miniatur dari kematian yang pasti akan menjemput. Semoga
kita semakin banyak mengingat kematian pada saat kita hendak tidur… Wallahu
a’lam.
Oleh: DR. Abdul Ghoni, M.Hum.
Oleh: DR. Abdul Ghoni, M.Hum.
No comments:
Post a Comment