"...Maka Berlomba-lombalah kamu dalam (berbuat) kebaikan..." (Q.S. Al-Baqoroh:148) |
Apakah kita semua berpikir bahwa
tanpa adanya kompetitor, kita akan semakin baik?
Tidak sama sekali. Di berbagai lini kehidupan, adanya kompetisi dan kompetitor maka semuanya menjadi lebih baik. Dalam dunia bisnis misalnya adanya kompetisi akan menyehatkan keadaan, dan mendorong adanya kreativitas dan inovasi tanpa henti. Adanya kompetisi di sekolah, akan memicu para siswa untuk terus menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Kompetisi di dunia olahraga selalu melahirkan para juara yang terlahir dari orang-orang yang berusaha menggunakan potensi dan energinya semaksimal mungkin.
Tidak sama sekali. Di berbagai lini kehidupan, adanya kompetisi dan kompetitor maka semuanya menjadi lebih baik. Dalam dunia bisnis misalnya adanya kompetisi akan menyehatkan keadaan, dan mendorong adanya kreativitas dan inovasi tanpa henti. Adanya kompetisi di sekolah, akan memicu para siswa untuk terus menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Kompetisi di dunia olahraga selalu melahirkan para juara yang terlahir dari orang-orang yang berusaha menggunakan potensi dan energinya semaksimal mungkin.
Seperti halnya kompetisi dalam urusan
dunia, Islam meminta kita semua untuk berkompetisi dalam urusan akhirat. Dalam
surat al-Baqarah ayat 148, Allah memerintahkan setiap Muslim untuk berlomba-lomba
dalam melakukan kebaikan, dengan kalimat “fastabiquu al-khairaat”.
Sebagaimana dalam kompetisi pada umumnya, maka tugas utamanya adalah bagaimana
setiap kita lebih baik kuantitas dan kualitasnya dalam melakukan kebaikan.
Dalam kata bijak disebutkan; “hendaknya kamu melihat orang yang lebih tinggi
dalam urusan akhirat!”
Dengan adanya kompetisi, maka setiap
Muslim dapat memaksimalkan potensi amal sholehnya agar mengejawantah dalam
bentuk amal. Sebagaimana dalam logika kompetisi, maka setiap pelaku kebaikan
tidak mau dikalahkan dan selalu ingin nomor 1. Segala kreativitas dan
inovasi dilakukan untuk terus memastikan bahwa ia yang menjadi pemenang dalam
melakukan kebaikan.
Memang demikianlah penilaian Allah
terhadap manusia. Allah ingin menilai mana di antara manusia yang paling baik
amalnya. Bahkan hal itu yang menjadi salah satu tujuan diciptakannya kita
menjadi manusia dan kemudian akan dimatikan kembali. Dengan demikian kompetisi
dalam kebaikan adalah tujuan hidup ini dicptakan oleh Allah. Hal tersebut
tersurat dalam surat al-Mulk ayat 2, dalam kalimat “liyabluwakum ayyukum
ahsanu ‘amaala” (untuk menguji mana di antara kalian yang paling baik
amalnya).
Namun pemahaman dan kesadaran ini,
kadang tidak muncul pada setiap manusia. Naluri kompetisi masih didominasi oleh
urusan dunia yang memang mudah dilihat hasilnya saat ini. Sementara naluri
kompetisi urusan akhirat menjadi lemah karena seseorang merasa hasilnya tidak
secara instan didapatkan manusia. Salah satu indikator dari kelemahan kompetisi
ini adalah ketika masing-masing orang saling melepas kesempatan melakukan
kebaikan. Hampir semua orang menarik diri, seraya enggan untuk melakukan
kebaikan. Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa setiap Muslim dilarang
mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah (al-itsaar fi al-‘ibadah mamnuu’).
Dalam pemahaman yang lain, Islam menginginkan setiap umatnya untuk saling
berebut layaknya sebuah kompetisi yang saling mengalahkan satu sama lain,
sehingga ada yang menjadi juara setelah berhasil merebut kebaikan tersebut.
Layaknya sebuah kompetisi dan
perebutan, maka mereka yang kalah di dalamnya akan mengalami kerugian dan
kesedihan. Begitu pula dalam kompetisi melakukan kebaikan, bagi pencintanya
maka akan mengalami hal yang sama sebagaimana sedihnya seseorang yang
kehilangan kesempatan dalam dunia politik ataupun bisnisnya. Hal tersebut nyata
dikisahkan ketika ada di antara sahabat Rasulullah yang kehilangan kesempatan
berjihad karena tidak ada kendaraan yang memberangkatkan mereka, kemudian
bercucuran air matanya sebagai tanda kesedihan. Hal tersebut diabadikan dalam
surat at-Taubah ayat 92:
“Dan tiada (pula)
berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu,
supaya kamu memberi
mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk
membawamu". lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata
karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka
nafkahkan”.
Hal lain yang perlu direnungkan
berikutnya adalah bahwa kompetisi dalam urusan dunia tidak menjadi ukuran yang
dinilai oleh Allah. Maka tidak mustahil bagi kompetitor murni dalam urusan
dunia, tidak mendapatkan apa-apa setelah berlelah-lelah mengeluarkan seluruh
energinya. Seluruh perjuangan dan pengorbanannya sirna belaka dan berakhir
sia-sia. Sebaliknya, kompetisi dalam urusan akhirat menjadi faktor utama
penilain Allah kepada masing-masing kita.
Yuk manfaatkan sekecil apapun
kesempatan melakukan kebaikan… walaupun hanya dengan tersenyum kepada saudara
sesama Muslim, atau hanya dengan bersedekah satu biji kurma, sekedar
menyingkirkan duri dari jalan. Terlebih kebaikan-kebaikan yang nilai dan
maslahatnya besar untuk Islam di Indonesia dan di dunia!!!
DR. Abdul Ghoni, M.Hum.
No comments:
Post a Comment