Friday, February 10, 2017

Urgensi Kompetisi dan Kompetitor dalam Kebaikan





"...Maka Berlomba-lombalah kamu dalam (berbuat) kebaikan..." (Q.S. Al-Baqoroh:148)


Apakah kita semua berpikir bahwa tanpa adanya kompetitor, kita akan semakin baik?
Tidak sama sekali. Di berbagai lini kehidupan, adanya kompetisi dan kompetitor maka semuanya menjadi lebih baik. Dalam dunia bisnis misalnya adanya kompetisi akan menyehatkan keadaan, dan mendorong adanya kreativitas dan inovasi tanpa henti. Adanya kompetisi di sekolah, akan memicu para siswa untuk terus menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Kompetisi di dunia olahraga selalu melahirkan para juara yang terlahir dari orang-orang yang berusaha menggunakan potensi dan energinya semaksimal mungkin.

Seperti halnya kompetisi dalam urusan dunia, Islam meminta kita semua untuk berkompetisi dalam urusan akhirat. Dalam surat al-Baqarah ayat 148, Allah memerintahkan setiap Muslim untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, dengan kalimat “fastabiquu al-khairaat”. Sebagaimana dalam kompetisi pada umumnya, maka tugas utamanya adalah bagaimana setiap kita lebih baik kuantitas dan kualitasnya dalam melakukan kebaikan. Dalam kata bijak disebutkan; “hendaknya kamu melihat orang yang lebih tinggi dalam urusan akhirat!”

Dengan adanya kompetisi, maka setiap Muslim dapat memaksimalkan potensi amal sholehnya agar mengejawantah dalam bentuk amal. Sebagaimana dalam logika kompetisi, maka setiap pelaku kebaikan tidak mau dikalahkan dan selalu ingin nomor 1.  Segala kreativitas dan inovasi dilakukan untuk terus memastikan bahwa ia yang menjadi pemenang dalam melakukan kebaikan.

Memang demikianlah penilaian Allah terhadap manusia. Allah ingin menilai mana di antara manusia yang paling baik amalnya. Bahkan hal itu yang menjadi salah satu tujuan diciptakannya kita menjadi manusia dan kemudian akan dimatikan kembali. Dengan demikian kompetisi dalam kebaikan adalah tujuan hidup ini dicptakan oleh Allah. Hal tersebut tersurat dalam surat al-Mulk ayat 2, dalam kalimat “liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amaala” (untuk menguji mana di antara kalian yang paling baik amalnya).

Namun pemahaman dan kesadaran ini, kadang tidak muncul pada setiap manusia. Naluri kompetisi masih didominasi oleh urusan dunia yang memang mudah dilihat hasilnya saat ini. Sementara naluri kompetisi urusan akhirat menjadi lemah karena seseorang merasa hasilnya tidak secara instan didapatkan manusia. Salah satu indikator dari kelemahan kompetisi ini adalah ketika masing-masing orang saling melepas kesempatan melakukan kebaikan. Hampir semua orang menarik diri, seraya enggan untuk melakukan kebaikan. Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa setiap Muslim dilarang mendahulukan orang lain dalam masalah ibadah (al-itsaar fi al-‘ibadah mamnuu’). Dalam pemahaman yang lain, Islam menginginkan setiap umatnya untuk saling berebut layaknya sebuah kompetisi yang saling mengalahkan satu sama lain, sehingga ada yang menjadi juara setelah berhasil merebut kebaikan tersebut.

 

Layaknya sebuah kompetisi dan perebutan, maka mereka yang kalah di dalamnya akan mengalami kerugian dan kesedihan. Begitu pula dalam kompetisi melakukan kebaikan, bagi pencintanya maka akan mengalami hal yang sama sebagaimana sedihnya seseorang yang kehilangan kesempatan dalam dunia politik ataupun bisnisnya. Hal tersebut nyata dikisahkan ketika ada di antara sahabat Rasulullah yang kehilangan kesempatan berjihad karena tidak ada kendaraan yang memberangkatkan mereka, kemudian bercucuran air matanya sebagai tanda kesedihan. Hal tersebut diabadikan dalam surat at-Taubah ayat 92:

“Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu,
supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu". lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”.

Hal lain yang perlu direnungkan berikutnya adalah bahwa kompetisi dalam urusan dunia tidak menjadi ukuran yang dinilai oleh Allah. Maka tidak mustahil bagi kompetitor murni dalam urusan dunia, tidak mendapatkan apa-apa setelah berlelah-lelah mengeluarkan seluruh energinya. Seluruh perjuangan dan pengorbanannya sirna belaka dan berakhir sia-sia. Sebaliknya, kompetisi dalam urusan akhirat menjadi faktor utama penilain Allah kepada masing-masing kita. 

Yuk manfaatkan sekecil apapun kesempatan melakukan kebaikan… walaupun hanya dengan tersenyum kepada saudara sesama Muslim, atau hanya dengan bersedekah satu biji kurma, sekedar menyingkirkan duri dari jalan. Terlebih kebaikan-kebaikan yang nilai dan maslahatnya besar untuk Islam di Indonesia dan di dunia!!!

DR. Abdul Ghoni, M.Hum.








No comments:

Post a Comment