Friday, February 3, 2017

Semua Menuju Kebesaran Allah




Ketika kita melihat sebuah lukisan yang indah di pameran, maka kita akan berdecak kagum kemudian kita akan bertanya siapa gerangan pelukisnya. Setelah kita mengetahui sang pelukis itu, maka kita akan memuji dan selalu mengingatnya sebagai seorang maestro. Begitu pun ketika kita melihat sebuah bangunan indah yang menjulang tinggi, bangunan masjid yang luas tanpa tiang di tengahnya, maka kita akan terheran-heran kemudian mengagumi pembuat bangunan tersebut.
Begitu pulalah Islam mengajarkan kita, agar ketika melihat semua yang ada di depan kita kemudian kita melakukan refleksi, perenungan dengan daya akal yang menjadi kelebihan kita, untuk terus-menerus berpikir hingga kita menemukan betapa agungnya Allah SWT. Pada hakekatnya semua yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan mengajak kita mengenal Allah SWT. Di sinilah letak pertarungan antara seorang Muslim dan seorang atheis. Seorang atheis ketika mengagungkan sesuatu, maka ia berhenti di situ dan tidak sampai membawanya mengenal Allah.
Di dalam surat al-Ghasyiyah: 17

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
Tidakkah kamu pikirkan bagaimana Allah menciptakan unta?

Unta adalah representasi dari binatang yang hidup sederhana tetapi memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Unta adalah hewan yang dapat berjalan di perjalanan yang jauh. Ingat ketika Nabi dan para sahabat melakukan Hijrah dari Mekkah ke Madinah, kendaraan utamanya adalah Unta. Jarak kedua kota tersebut adalah 450 km. Jazirah Arab juga identik dengan padang pasir yang panas, jauh dari tempat tinggal penduduk. Unta memliki daya tahan yang luar biasa untuk menahan lapar dan haus. Dari sisi ini, manusia tidak sebanding dengan Unta sekalipun.
Pada ayat berikutnya, surat al-Ghasyiyah: 18 Allah mengingatkan, 

Tidakkah kamu pikirkan bagaimana Allah meninggikan langit?

Langit berdiri tegak tanpa tiang sedikitpun. Pada skala kita, jelas semakin besar dan lebar sebuah bangunan membutuhkan tiang yang semakin banyak agar dapat berdiri kokoh.
Di dalam ayat lain, Allah menciptakan langit sebagai atap bumi, sebagaimana termaktub dalam surat al-Anbiya’: 32 yang berbunyi:

وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آَيَاتِهَا مُعْرِضُونَ
 “Dan kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka tetap berpaling dari tanda-tanda (kebesaran Allah) itu (matahari, bulan, angin, awan, dan lain-lain)”



Jadi salah satu fungsi langit adalah sebagai pelindung bumi kita dari berbagai ancaman. Para ilmuwan menyebutkan bahwa matahari memiliki jutaan zat berbahaya setiap detiknya, akan tetapi semuanya terlindungi oleh langit sehingga tidak sampai ke bumi. Begitupun dengan meteor, asteroid, dan lain sebagainya.
Pada surat al-Ghasyiyah: 19, Allah menyebutkan,
Tidakkah kamu memikirkan bagaimana gunung ditancapkan ke bumi?

Gunung adalah representasi dari bangunan yang paling kokoh di bumi. Gunung adalah tiang dari bumi ini. Ketika ada gejolak di bumi, maka tidak ada efeknya bagi gunung. Sebaliknya ketika gunung mengeluarkan sedikit saja dari isi permukaannya maka bumi pun berguncang. Akan tetapi gunung yang kokoh ini pada akhirnya di hari kiamat seperti bulu yang beterbangan. Bisa dibayangkan jika gunung sebagai ciptaan Allah yang paling kokoh berterbangan, maka di mana kita manusia? Di mana Indonesia, di mana Jawa Barat, di mana Bogor, dan di mana Gunungsindur, serta di mana diri kita?
Selanjutanya pada surat al-Ghasyiyah: 20, Allah berfirman

“Dan bumi bagaimana dihamparkan”

Ayat tersebut memerintahkan kita untuk memikirkan bagaimana bumi ini dihamparkan. Bumi ini berbentuk bulat, tetapi dalam perjalanannya kita merasakan bahwa bumi ini datar. Bumi ini bulat tidak terasa bulatnya. Bumi ini berputar tetapi tidak terasa putarannya. Bumi juga Allah ciptakan tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras. Jika bumi terlalu lunak, maka kita tidak bisa membangun rumah dan bangunan bertingkat di atasnya. Bumi ini kokoh untuk memikul beban berat segala yang ada di atasnya. Bumi ini juga tidak terlalu keras, sehingga kita masih bisa menanam berbagai jenis tumbuhan di atasnya. Bumi ini memberikan ruang bagi kacang atau biji untuk bisa terbelah kemudian tumbuh dan berkembang.
Kemudian rangkaian ayat ditutup dengan kalimat:

“Maka ingatkanlah (wahai Rasulullah), sesungguhnya engkau sebagai pengingat!”.

Begitulah Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk mengingatkan seluruh manusia agar menggunakan akalnya untuk berpikir. Dari aktivitas berpikir itu kemudian manusia akan menemukan dan merasakan keagungan Allah dan kesempurnaan ciptaannya.
Unta yang disebutkan dalam surat al-Ghasyiyah: 17 adalah representasi dari perintah Allah untuk memikirkan seluruh binatang yang Allah ciptakan. Binatang yang paling besar seperti gajah, hingga yang terkecil seperti mikroba. Dari binatang yang berjalan dengan 4 kaki, 2 kaki, hingga binatang yang berjalan melata dengan perutnya. Dari fenomena unta lahir berbagai disiplin ilmu seperti zoology, kedokteran hewan, biologi, dan lain sebagainya.
Langit disebutkan sebagai representasi dari dunia luar angkasa dengan segala pernak-perniknya. Dari langit, lahir berbagai disiplin ilmu seperti; astronomi, Gunung dan Bumi disebutkan sebagai representasi dari seluruh kekayaan alam yang kita hidup di atasnya saat ini. Dari fenomena gunung dan bumi lahir pula berbagai disiplin ilmu seperti; sosiologi, geologi, geografi, antropologi, sejarah, dan lain sebagainya. Semua ilmu ini pada hakekatnya adalah media untuk tanda-tanda kebesaran Allah dan akan membawa setiap orang mengenal kebesaran dan keagungan-Nya. Pada saat yang sama tumbuh kesadaran bahwa betapa kecilnya diri kita, manusia. Kita kecil di hadapan ciptaan Allah yang lain, apalagi di hadapan Allah yang Maha Pencipta semuanya.  
Semua perintah Allah untuk memikirkan ciptaan-Nya, kemudian terbagi menjadi berbagai disiplin ilmu yang terus semakin banyak. Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa semua ilmu yang dipelajari seseorang, akan membawanya semakin dekat dan makin tunduk kepada Allah. Ilmu seperti inilah yang disebut dengan ilmu yang bermanfaat, karena membawa pemiliknya untuk mengenal Allah Pemilik Hakiki dari seluruh alam jagat raya yang luas ini.  Bagi para pemikir yang menjadikan ilmunya sebagai wasilah mengenal kebesaran Allah, itulah yang mendapatkan gelar sejati dari Allah dengan sebutan “Ulul Albab”, sebagaimana dijelaskan dalam surat Ali Imran: 190.


Oleh: DR. Abdul Ghoni, M.Hum.

No comments:

Post a Comment